PERKEMBANGAN EMOSIONAL PADA MASA KANAK-KANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Anak adalah buah kasih sayang dan cinta antara seorang ayah dan seorang ibu.Anak adalah penyambung cita-cita orang tua,sekaligus merupakan amanat yang harus dipikul oleh orang tua.Oleh karena itu orang tua harus selalu memperhatikan perkembangan anak,mulai masa kehamilan sampai anak bisa mandiri.Semua itu merupakan pencerminan dari kepedulian,kasih sayang,dan perhatian orang tua terhadap,yang sangat berkesan dan mempengaruhi jiwa dan emosinal anak.Dan dalam makalah ini kami susun sebagai sebuah gambaran dan acuan untuk memaham perkembangan anak,khususnya dalam memahami perkembangan emosionalnya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang diatas,dapat kita tarik suatu kesimpulan tentang permasalahan perkembangan anak sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan emosional anak pada masa kanak-kanak.
2. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua,dalam masalah pendidikan emosional anak,sehingga tidak terjadi penyimpangan pada psikologi dan emosi pada diri si anak.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK
Menurut Elizabeth B. Harlock,masa kanak-kanak dibagi menjadi dua,yaitu :
1. Masa kanak-kanak awal yaitu dua tahun sampai enam tahun.
2. Masa kanak-kanak akhir yaitu enam tahun sampai sepuluh tahun atau sebelas tahun.
Emosionalitas ( emosionaliteit ) adalah mudah atau tidaknya perasaan seseorang terpengaruh oleh suatu kesan.
Sedangkan perasaan adalah : gejala psikis yang bersifat subyektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal,pengalaman senang dan tidak senang dalam berbagai taraf.
Uraian berikutnya mengenai enam tahapan perkembangan emosi yang harus dilalui seorang anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan selanjutnya.
Tahapan perkembangan emosi tersebut adalah:
Level 1: REGULASI DIRI DAN MINAT TERHADAP LINGKUNGAN
Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman. Dengan demikian ia tidak bisa memperhatikan lingkungan secara lebih bermakna. Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang dalam lingkungan
sedikitnya selama 3 detik
2. Bisa tenang dan terfokus pada sesuatu sedikitnya 2 menit
3. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 20 menit dengan bantuan
4. Menunjukkan minat terhadap pengasuh, tidak hanya terhadap benda
Level 2: KEAKRABAN-KEINTIMAN
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh cinta. Pengasuh merupakan hal terpenting dalam dunianya.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh (dengan senyum, kerenyit, vokalisasi, meraih dan tingkah laku bertujuan yang lain)
2. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa senang yang nyata
3. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa ingin tahu dan minat asertif (misalnya dengan mengamati wajah)
4. Bisa mengantisipasi bahwa benda yang ada jadi hilang dari pandangannya (misalnya dengan tersenyum atau berceloteh untuk menunjukkan minat)
5. Menunjukkan rasa tidak suka bila didiamkan/tidak direspon selama sedikitnya 30 detik saat bermain
6. Memprotes dan mulai marah saat frustrasi
7. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 15 menit dengan bantuan
Level 3: KOMUNIKASI DUA ARAH
Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan respon terhadap gestures pengasuh dengan gestures bertujuan (misalnya meraih ingin digendong bila tangan kita terentang, menatap atau berceloteh bila diajak bicara)
2. Memulai interaksi dengan pengasuh (misalnya memegang hidung/rambut anda, mengulurkan tangan ingin digendong)
3. Menunjukkan emosi akrab/kedekatan (balas memeluk, meraih ingin digendong bila tangan terentang), kegembiraan dan kegairahan (tersenyum senang saat mengambil mainan dari mulut anda dan memasukkannya ke mulutnya sendiri), rasa ingin tahu yang asertif (menyentuh dan mengelus rambut anda), protes dan marah (mendorong
makanan di atas meja sampai jatuh, menjerit bila mainan yang diinginkan tidak diberikan) , takut (membalik/menjauh, tampak ketakutan, menangis bila orang tak dikenal mendekatinya terlalu tiba-tiba)
4. Pulih dari rasa tidak senang dalam 10 menit dengan terlibat dalam interaksi sosial
Level 4: KOMUNIKASI KOMPLEKS
Tahapan perkembangan emosi tersebut adalah:
Level 1: REGULASI DIRI DAN MINAT TERHADAP LINGKUNGAN
Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman. Dengan demikian ia tidak bisa memperhatikan lingkungan secara lebih bermakna. Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang dalam lingkungan
sedikitnya selama 3 detik
2. Bisa tenang dan terfokus pada sesuatu sedikitnya 2 menit
3. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 20 menit dengan bantuan
4. Menunjukkan minat terhadap pengasuh, tidak hanya terhadap benda
Level 2: KEAKRABAN-KEINTIMAN
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh cinta. Pengasuh merupakan hal terpenting dalam dunianya.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh (dengan senyum, kerenyit, vokalisasi, meraih dan tingkah laku bertujuan yang lain)
2. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa senang yang nyata
3. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa ingin tahu dan minat asertif (misalnya dengan mengamati wajah)
4. Bisa mengantisipasi bahwa benda yang ada jadi hilang dari pandangannya (misalnya dengan tersenyum atau berceloteh untuk menunjukkan minat)
5. Menunjukkan rasa tidak suka bila didiamkan/tidak direspon selama sedikitnya 30 detik saat bermain
6. Memprotes dan mulai marah saat frustrasi
7. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 15 menit dengan bantuan
Level 3: KOMUNIKASI DUA ARAH
Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menunjukkan respon terhadap gestures pengasuh dengan gestures bertujuan (misalnya meraih ingin digendong bila tangan kita terentang, menatap atau berceloteh bila diajak bicara)
2. Memulai interaksi dengan pengasuh (misalnya memegang hidung/rambut anda, mengulurkan tangan ingin digendong)
3. Menunjukkan emosi akrab/kedekatan (balas memeluk, meraih ingin digendong bila tangan terentang), kegembiraan dan kegairahan (tersenyum senang saat mengambil mainan dari mulut anda dan memasukkannya ke mulutnya sendiri), rasa ingin tahu yang asertif (menyentuh dan mengelus rambut anda), protes dan marah (mendorong
makanan di atas meja sampai jatuh, menjerit bila mainan yang diinginkan tidak diberikan) , takut (membalik/menjauh, tampak ketakutan, menangis bila orang tak dikenal mendekatinya terlalu tiba-tiba)
4. Pulih dari rasa tidak senang dalam 10 menit dengan terlibat dalam interaksi sosial
Level 4: KOMUNIKASI KOMPLEKS
Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks, mengekspresikan keinginan dan emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua. Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan keurutan logis.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menutup sedikitnya 10 siklus komunikasi secara berkelanjutan (misalnya memegang tangan anda. menuntun ke lemari es, menunjuk, berceloteh, berespon terhadap pertanyaan anda dengan celoteh dan gestures, meneruskan pertukaran gestural sampai anda membuka pintu lemari es dan mengambil apa yang diinginkannya)
2. Menirukan tingkah laku pengasuh dengan bertujuan (misalnya memakai topi ayah dan berjalan berkeliling menunggu pujian)
3. Menutup sedikitnya 10 siklus dengan vokalisasi atau kata, ekspresi wajah, saling menyentuh/memeluk, bergerak dalam ruang, aktifitas motorik (kejarkejaran) dan komunikasi dengan jarak yang jauh (di ruangan yang luas ada jarak antara dirinya dan pengasuh)
4. Menutup sedikitnya 3 siklus berkelanjutan saat merasakan emosi:
Kemampuan yang dimiliki:
1. Menutup sedikitnya 10 siklus komunikasi secara berkelanjutan (misalnya memegang tangan anda. menuntun ke lemari es, menunjuk, berceloteh, berespon terhadap pertanyaan anda dengan celoteh dan gestures, meneruskan pertukaran gestural sampai anda membuka pintu lemari es dan mengambil apa yang diinginkannya)
2. Menirukan tingkah laku pengasuh dengan bertujuan (misalnya memakai topi ayah dan berjalan berkeliling menunggu pujian)
3. Menutup sedikitnya 10 siklus dengan vokalisasi atau kata, ekspresi wajah, saling menyentuh/memeluk, bergerak dalam ruang, aktifitas motorik (kejarkejaran) dan komunikasi dengan jarak yang jauh (di ruangan yang luas ada jarak antara dirinya dan pengasuh)
4. Menutup sedikitnya 3 siklus berkelanjutan saat merasakan emosi:
- keakraban/kedekatan (menunjukkan ekspresi wajah, gestures dan vokalisasi saat mendekat ingin dipeluk, dicium, atau menirukan bicara di telpon mainannya saat anda menerima telpon sungguhan),
- kegembiraan dan kegairahan (menunjukkan vokalisasi dan tatapan untuk mengundang seseorang berbagi kegairahan mengenai sesuatu yang menarik, berbagi guyonan dengan anak lain atau orang dewasa dengan tertawa bersama),
- rasa ingin tahu yang asertif (bereksplorasi sendiri, menggunakan kemampuan komunikasi jarak jauh untuk merasakan kedekatan dengan anda saat ia bermain atau bereksplorasi sendirian),
- takut (menyatakan minta dilindungi dengan berkata 'nggak' sambil lari ke belakang anda),
- marah (memukul, berteriak, membanting atau tiduran di lantai, atau memandang dengan tatapan marah dan dingin),
- pembatasan (mengerti dan berespon positif terhadap 'tidak, berhenti!'
atau peringatan dengan jari atau ekspresi marah
5. Pulih dari rasa tidak senang dengan meniru tingkah laku (membantingbanting
kaki ke lantai atau membalas teriak bila dibentak)
Level 5: IDE EMOSIONAL
Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan emosi. Kemampuan menciptakan ide awalnya berkembang melalui permainan pura-pura yang memberikan kesempatan bereksperimen dengan perasaan, keinginan dan harapan. Kemudian ia mulai memberi nama pada benda-benda sekeliling yang berarti, disini ia mulai mengerti penggunaan simbol benda konkrit. Kemudian simbol menjadi semakin meluas pada aktifitas
dan emosi dan ia belajar kemampuan memanipulasi ide untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Bermain pura-pura dengan sedikitnya 2 ide yang bisa saja belum terkait (mobil tabrakan, memuat batu di mobil itu, memeluk boneka kemudian pura-pura minum teh)
2. Menggunakan kata-kata, gambar, gestures untuk mengungkapkan sedikitnya 2 ide sekaligus, tidlak harus berhubungan ('nggak bobok, main')
3. Mengkomunikasikan keinginan, intensi dan perasaannya dengan katakata, beberapa gestures sekaligus, sentuhan (pelukan)
4. Bermain permainan motorik dengan aturan yang sederhana (bergiliran melempar bola)
5. Menggunakan bermain pura-pura untuk mengkomunikasikan emosi berikut dalam sedikitnya 2 ide:
- keakraban/kedekatan (boneka berkata,"peluk aku", dijawabnya "aku cium kamu"),
- kegembiraan dan kegairahan (mengucapkan kata-kata lucu dan tertawa),
- rasa ingin tahu yang asertif (pura-pura menerbangkan pesawat berkeliling ruangan dan mengatakan akan terbang ke bulan),
- takut (boneka takut suara bising dan memanggil ibunya),
- marah (tentara-tentaraan saling menembak dan jatuh),
- pembatasan (boneka mengikuti aturan minum teh)
6. Pulih dari rasa tidak senang dengan main pura-pura (pura-pura makan kue yang tidak boleh dimakannya).
LEVEL 6: BERPIKIR EMOSIONAL
Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Bermain pura-pura dengan mengkaitkan sedikitnya 2 ide secara logis, walau
kad`ng-kadang ide itu sendiri tidak realistik (misalnya dengan mobil berkunjung ke bulan, dengan cara terbang cepat sekali)
2. Mengembangkan ide bermain pura-pura orang dewasa (misalnya anak memasak sup, ditanya apa yang dimasak, dijawabnya "batu-batu dan ranting-ranting")
3. Berbicara dengan ide-ide yang saling terkait secara logis dan realistik ("nggak mau tidur, mau nonton tv")
4. Menutup sedikitnya 2 siklus konunikasi verbal ("mau pergi ke luar" ditanya kenapa, dijawabnya "mau main")
5. Berkomunikasi secara logis, mengaitkan sedikitnya 2 ide mengenai intensi, keinginan, kebutuhan, perasaan dengan kata-kata, beberapa gestures (pura-pura jadi anjing yang marah) dan sentuhan (sering memeluk sebagai bagian dari drama ketika anak menjadi ayah)
6. Bermain motorik dan spasial dengan aturan (bergantian meluncur)
7. Menggunakan permainan pura-pura atau kata-kata untuk mengkomunikasikan sedikitnya 2 ide yang terkait secara logis mengenai emosi:
LEVEL 6: BERPIKIR EMOSIONAL
Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Kemampuan yang dimiliki:
1. Bermain pura-pura dengan mengkaitkan sedikitnya 2 ide secara logis, walau
kad`ng-kadang ide itu sendiri tidak realistik (misalnya dengan mobil berkunjung ke bulan, dengan cara terbang cepat sekali)
2. Mengembangkan ide bermain pura-pura orang dewasa (misalnya anak memasak sup, ditanya apa yang dimasak, dijawabnya "batu-batu dan ranting-ranting")
3. Berbicara dengan ide-ide yang saling terkait secara logis dan realistik ("nggak mau tidur, mau nonton tv")
4. Menutup sedikitnya 2 siklus konunikasi verbal ("mau pergi ke luar" ditanya kenapa, dijawabnya "mau main")
5. Berkomunikasi secara logis, mengaitkan sedikitnya 2 ide mengenai intensi, keinginan, kebutuhan, perasaan dengan kata-kata, beberapa gestures (pura-pura jadi anjing yang marah) dan sentuhan (sering memeluk sebagai bagian dari drama ketika anak menjadi ayah)
6. Bermain motorik dan spasial dengan aturan (bergantian meluncur)
7. Menggunakan permainan pura-pura atau kata-kata untuk mengkomunikasikan sedikitnya 2 ide yang terkait secara logis mengenai emosi:
- kedekatan (boneka terluka, ibu mengobati),
- kegembiraan dan kegairahan (mengatakan istilah 'kamar mandi' lalu
tertawa), - rasa ingin tahu yang asertif ( tentara yang baikditugaskan mencari
putri yang hilang), - takut (monster menakut-nakuti anak kecil),
- marah (tentara yang baik melawan yang jahat),
- pembatasan (tentara hanya boleh memukul orang jahat karena
peraturan)
8. Pulih dari rasa tidak senang dengan bermain pura-pura yang memiliki keurutan logis, kadang mengisyaratkan cara menghadapi masalah (misalnya, anak menjadi guru yang sok mengatur kelas)
GARIS PEDOMAN UMUM UNTUK MERANGSANG PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
1. Tenangkan anak, terutama saat ia marah atau tidak senang, dengan memeluk hangat, lembut tetapi erat, intonasi yang ritmis dan kontak mata yang hangat. Jangan tegang atau kuatir karena hal tersebut akan dirasakan oiehnya dan semakin membuatnya tidak tenang.
2. Cari cara interaksi yang bisa memancing keterlibatan; ekspresi wajah, bunyi, sentuhan, dll. Perhatikan profil sensoriknya.
3. Cari berbagai pendekatan, eksplorasilah bersama-sama sampai menemukan cara mana yang paling disukainya.
4. 'Bacalah' dan berespon terhadap sinyal emosi anak, ada saat ia membutuhkan kedekatan namun ada juga saat ia ingin menjadi lebih asertif dan mandiri. Ikuti apa yang diinginkannya, jangan memaksakan 'agenda' kita.
5. Tunjukkan kegembiraan, antusiasme dan gairah dalam berinteraksi
6. Doronglah anak untuk melangkah ke tahap perkembangan berikutnya;
mengambil inisiatif, memecahkan masalah, bermain pura-pura, membahasakan emosi, menghadapi realitas dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya (konsekuen)
7. Jangan terlalu/kurang menstimulasi dan memancing interaksi
8. Jangan terlalu mengontrolnya, ikuti pola dan keinginan anak
9. Jangan terlalu konkrit dalam bermain padahal ia sudah beralih ke tahap yang lebih abstrak, ikuti pola berpikir dan imajinasinya.
10. Jangan menghindari area emosi yang tidak disukainya, supaya anak belajar juga menghadapinya
11. Jangan mundur bila anak bereaksi emosi keras, tetaplah pada tujuan (konsisten) tetapi tenangkan dia.
EMOSI BERPERANAN BANYAK DALAM PROSES BERPIKIR KITA
- mengarahkan aksi dan tingkah laku
- memungkinkan mengontrol tingkah laku
- memberi arti terhadap pengalaman
- menyimpan, mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
- menggagas pengalaman baru
- memecahkan masalah
- berpikir kreatif, selektif, logis, tidak idiosinkretik (aneh)
- memahami kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
- memahami konsep kuantitas, waktu, ruang, sebab-akibat yang bersifat 'relatif
- membentuk konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
- perasaan dengan situasi yang dialaminya)
- memisahkan realitas dan fantasi
- mengendalikan tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual
B. GANGGUAN EMOSIONAL PADA MASA KANAK-KANAK
Terdapat beberapa gangguan emosional pada masa kanak-kanak Antara*lain pada suasana yang gelap sehingga takut melakukan sesuatu pada malam hari di luar rumah, takut berhadapan dengan ’seorang dokter karena pernah mendapat pengobatan yang berlebihan dosisnya (overdosis), karena tempramen orang dewasa di rumahnya, misalnya sering dimarahi sehingga anak takut berhadapan dengan orang dewasa, baik dengan orang tuanya sendiri maupun orang lain.
Anak-anak yang sering mengalami gangguan semacam itu selalu merupakan masalah bagi para psikiater, kurang lebih 20-25% yang menderita gangguan tersebut.
Anak-anak yang sering mengalami gangguan semacam itu selalu merupakan masalah bagi para psikiater, kurang lebih 20-25% yang menderita gangguan tersebut.
Beberapa Tipe masalah emosional:
1. Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya; mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain. Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari emosional yang terganggu. Setiap perilaku anti sosial yang kronis harus dianggap sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
2. Gangguan kecemasan
Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat disebabkan berbagai hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami sakit kepala. sakit perut dan sebagainya. Akan tetapi kondisi semacam ini sangat berbeda di antara anak-anak yang berusia satu atau dua tahun yang mengalami gangguan keinginan terpisah.
Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan sampai dewasa usia mahasiswa.
3. Takut Sekolah
Suatu ketakutan yang tidak realistis adalah apabila seorang anak tidak mau sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan terhadap guru yang keras dan galak atau mendapat tugas yang berat di sekoiah. Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal ini bukannya disebabkan oleh anak, melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu dirubah. Berkaitan dengan masalah tersebut, apa yang dapat kita lakukan? Pertama, dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Gangguan keinginan tersebut disebabkan oleh perilaku anak itu sendiri. Unsur yang paling penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia) pada sekolah dapat dimulai sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. 4. Kematangan Sekolah
Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari kelas lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya. Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain, anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.
Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan hubungan elosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Pada saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena terpisah dengan orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah mampu memberikan kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain. Hal semacam ini juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di sekolah.
5. Depresi pada masa Kanak-Kanak
Gangguan depresi dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang tidak normal. Anak-anak yang mengalami depresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak. Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya, namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut.
Ada yang berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa depresi tersebut dikarenakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan (Weisseman et al, 1987). Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe, Carella & A’iderte, 1986).
1. Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya; mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain. Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari emosional yang terganggu. Setiap perilaku anti sosial yang kronis harus dianggap sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
2. Gangguan kecemasan
Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat disebabkan berbagai hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami sakit kepala. sakit perut dan sebagainya. Akan tetapi kondisi semacam ini sangat berbeda di antara anak-anak yang berusia satu atau dua tahun yang mengalami gangguan keinginan terpisah.
Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan sampai dewasa usia mahasiswa.
3. Takut Sekolah
Suatu ketakutan yang tidak realistis adalah apabila seorang anak tidak mau sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan terhadap guru yang keras dan galak atau mendapat tugas yang berat di sekoiah. Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal ini bukannya disebabkan oleh anak, melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu dirubah. Berkaitan dengan masalah tersebut, apa yang dapat kita lakukan? Pertama, dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Gangguan keinginan tersebut disebabkan oleh perilaku anak itu sendiri. Unsur yang paling penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia) pada sekolah dapat dimulai sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. 4. Kematangan Sekolah
Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari kelas lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya. Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain, anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.
Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan hubungan elosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Pada saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena terpisah dengan orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah mampu memberikan kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain. Hal semacam ini juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di sekolah.
5. Depresi pada masa Kanak-Kanak
Gangguan depresi dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang tidak normal. Anak-anak yang mengalami depresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak. Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya, namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut.
Ada yang berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa depresi tersebut dikarenakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan (Weisseman et al, 1987). Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe, Carella & A’iderte, 1986).
C. PERAWATAN PROBLEMA EMOSIONAL
Pilihan untuk perawatan secara khusus untuk gangguan tertentu sangat tergantung pada berbagai faktor, misalnya problema yang bersifat alamiah, kepribadian anak. kesediaan orang tua untuk berpartisipasi, kemudahan diperolernya perawatan dalam masyarakat sosial ekonomi orang tua dan orientasi profesional pada pertama kali berkonsultasi.
A.Beberapa jenis Terapi
Perawatan secara psikologis dapat dilakukan dengan beberapa cara: pertama terapi secara individual, yaitu dengan melihat anak satu persatu, membantu agar anak dapat mengenal dirinya atau kepribadiannya dan hubungannya dengan orang lain, dan mengintepretasikan perasaan dan perilaku anak. Psikoterapi anak biasanya akan lebih efektif apabila dikombinasikan dengan memberikan konsultasi pada orang tuanya.
1. Terapi jangka pendek dan jangka panjang
Terapi merupakan penetapan sistematik dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau perilaku yang dianggap menyimpang, dengan tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud dapat berarti menghilangkan, mengurangi, meningkatkan atau memodifikasi suatu Kondisi atau perilaku tertenlu. Secara umum, terdapat dua jenis terapi utama, yaitu pertama, terapi yang dilakukan dalam jangka pendek, biasanya berkaitan dengan masalah ringan, yang dapat diselesaikan dengan metode memberikan dorongan (encouragement), dukungan, memberi ide-ide bagus, menghibur atau membujuk anak agar mau berbuat sesuatu. Kedua, dilakukan dalam jangka waktu panjang, yaitu bertalian dengan berbagai masalah yang memerlukan keteraturan dan kontinuitas demi terciptanya perubahan perilaku anak. Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain terapi bermain dan terapi keluarga.
a. Terapi bermain
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Untuk pelaksanaannya biasanya disediakan ruangan khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehinggi anak bisa bersantai, dan dapat mengekspresikan segala perasaan dengan bebas. Dengan metode ini dapat diketahui permasalahan yang sedang dihadapi oleh seorang anak, selanjutnya diusahakan suatu metode yang tepat bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah tersebut.
b. Terapi keluarga
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang memiliki permasalahan dalam lingkungan keluarga saling akrab satu sama lain saling cinta mencintai saling mendukung atau menggambarkan bantuan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu untuk melaksanakan terapi ini perlu kehadiran seluruh keluarga, atau minimal anggota keluarga yang paling dekat dengan anak tersebut. Dalam ha! ini usaha pembinaan dan bimbingan dari keluarga yang lebih tua sangat dibutuhkan.
c. Terapi perilaku atau modifikasi perilaku
Metode ini diterapkan dengan mempergunakan teori belajar untuk mengubah perilaku anak Yaitu dengan menghilangkan perilaku yang tidak disenangi seperti pemarah, atau mengembangkan keinginan, misalnya mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
Pilihan untuk perawatan secara khusus untuk gangguan tertentu sangat tergantung pada berbagai faktor, misalnya problema yang bersifat alamiah, kepribadian anak. kesediaan orang tua untuk berpartisipasi, kemudahan diperolernya perawatan dalam masyarakat sosial ekonomi orang tua dan orientasi profesional pada pertama kali berkonsultasi.
A.Beberapa jenis Terapi
Perawatan secara psikologis dapat dilakukan dengan beberapa cara: pertama terapi secara individual, yaitu dengan melihat anak satu persatu, membantu agar anak dapat mengenal dirinya atau kepribadiannya dan hubungannya dengan orang lain, dan mengintepretasikan perasaan dan perilaku anak. Psikoterapi anak biasanya akan lebih efektif apabila dikombinasikan dengan memberikan konsultasi pada orang tuanya.
1. Terapi jangka pendek dan jangka panjang
Terapi merupakan penetapan sistematik dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau perilaku yang dianggap menyimpang, dengan tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud dapat berarti menghilangkan, mengurangi, meningkatkan atau memodifikasi suatu Kondisi atau perilaku tertenlu. Secara umum, terdapat dua jenis terapi utama, yaitu pertama, terapi yang dilakukan dalam jangka pendek, biasanya berkaitan dengan masalah ringan, yang dapat diselesaikan dengan metode memberikan dorongan (encouragement), dukungan, memberi ide-ide bagus, menghibur atau membujuk anak agar mau berbuat sesuatu. Kedua, dilakukan dalam jangka waktu panjang, yaitu bertalian dengan berbagai masalah yang memerlukan keteraturan dan kontinuitas demi terciptanya perubahan perilaku anak. Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain terapi bermain dan terapi keluarga.
a. Terapi bermain
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Untuk pelaksanaannya biasanya disediakan ruangan khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehinggi anak bisa bersantai, dan dapat mengekspresikan segala perasaan dengan bebas. Dengan metode ini dapat diketahui permasalahan yang sedang dihadapi oleh seorang anak, selanjutnya diusahakan suatu metode yang tepat bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah tersebut.
b. Terapi keluarga
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang memiliki permasalahan dalam lingkungan keluarga saling akrab satu sama lain saling cinta mencintai saling mendukung atau menggambarkan bantuan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu untuk melaksanakan terapi ini perlu kehadiran seluruh keluarga, atau minimal anggota keluarga yang paling dekat dengan anak tersebut. Dalam ha! ini usaha pembinaan dan bimbingan dari keluarga yang lebih tua sangat dibutuhkan.
c. Terapi perilaku atau modifikasi perilaku
Metode ini diterapkan dengan mempergunakan teori belajar untuk mengubah perilaku anak Yaitu dengan menghilangkan perilaku yang tidak disenangi seperti pemarah, atau mengembangkan keinginan, misalnya mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
2.Efektifitas terapi Pada Pada umumnya terapi psikologik sangat membantu (RJ Casey & Berman, 1983). Pada tinjauan (review) 75 hasil studi, diperoleh informasi bahwa anak-anak yang memperoleh perawatan mendapat skor lebih baik daripada anak-anak yang tidak memperoleh perawatan. Skor tersebut diperoleh dari beberapa pengukuran (measures) yang mencakup konsep diri, penyesuaian, kepribadian, keterampilan sosial kemampuan di sekolah, fungsi kognitif dan resolusi atas rasa takut dan keinginan.
Perawatan untuk berbagai masalah khusus, misalnya karena terlalu aktif akan lebih banyak daripada terapi yang tujuannya untuk penyesuaian sosial yang lebih baik. Tidak seorang pun yang dapat memberikan terapi secara keseluruhan, misalnya bagi seorang anak atau kelompok atau perawatan bagi anak dan orang tuanya sekaligus, sebaiknya suatu perawatan untuk masalah tertentu saja (Tuma, 1989). Obat-obatan dapat menolong perawatan bagi anak yang menderita gangguan, namun jangan mengabaikan psikoterapi. Biasanya penggunaan obat-obatan dikombinasikan dengan perawatan lain agar dapat lebih efektif. Akan tetapi penggunaan pil untuk mengubah perilaku anak merupakan langkah yang sangat radikal. Dalam beberapa kasus obat-obatan dapat menghilangkan gejala perilaku, namun tidak dapat menghilangkan penyebab penyakitnya. aktivitas oleh raga, dan memenuhi berbagai kebutuhan emosional orang tuanya.
Perawatan untuk berbagai masalah khusus, misalnya karena terlalu aktif akan lebih banyak daripada terapi yang tujuannya untuk penyesuaian sosial yang lebih baik. Tidak seorang pun yang dapat memberikan terapi secara keseluruhan, misalnya bagi seorang anak atau kelompok atau perawatan bagi anak dan orang tuanya sekaligus, sebaiknya suatu perawatan untuk masalah tertentu saja (Tuma, 1989). Obat-obatan dapat menolong perawatan bagi anak yang menderita gangguan, namun jangan mengabaikan psikoterapi. Biasanya penggunaan obat-obatan dikombinasikan dengan perawatan lain agar dapat lebih efektif. Akan tetapi penggunaan pil untuk mengubah perilaku anak merupakan langkah yang sangat radikal. Dalam beberapa kasus obat-obatan dapat menghilangkan gejala perilaku, namun tidak dapat menghilangkan penyebab penyakitnya. aktivitas oleh raga, dan memenuhi berbagai kebutuhan emosional orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
1.SUMADI SURYABRATA,Universitas Gajah Mada,PSIKOLOGI PENDIDIKAN,Rajawali Pers Jakarta 1984
2. Drs ANDI MAPPIARE,PSIKOLOGI REMAJA.Usaha Nasional Surabaya,tanpa tahun
3. Stanley I Greenspan dan Serena Wieder,THE CHILD WITH SPECIAL NEEDS,Cambridge Massachuseetts,Perseut Publishing,1998
0 komentar:
Posting Komentar