Kamis, 15 September 2011

PENGERTIAN, RUANGLINGKUP DAN LATARBELAKANG TIMBULNYA ALIRAN KALAM


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Ketika kita berbicara mengenai ilmu kalam, harusnya lebih mengetahui apa hakekat dan faedah atau pun keutamaan dari ilmu tersebut. Sebab, bagaimana mungkin kita sebagai umat muslim ketika menyerukan kebenaran Islam tidak mempunyai ilmu ataupun dasar pemahamannya.
Jadi, ilmu pengetahuan itu lebih didahulukan sebelum beramal. Bahkan ilmu itu merupakan salah satu syarat perkataan dan perbuatan, sebab keduanya menjadi acuan. Maka, keberadaan ilmu lebih didahulukan daripada keduanya. [1]
Dinyatakan ilmu lebih utama dari ibadah, lebih utama pula dari pada jihad. Bahwasanya ilmu yang dikehendaki oleh Islam adalah ilmu dunia dan akhirat, ilmu ketuhanan, ilmu tentang kehidupan, ilmu eksperimental dan semua cabang ilmu yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan. [2]
Dapat kami simpulkan bahwa ilmu itu adalah suatu syarat sebelum melakukan sesuatu atau menerapkannya. Sedangkan ilmu Kalam adalah pengantar kepada pemahaman yang lebih luas dalam Ilmu Agama. Dalam memahami Ilmu Agama, langkah pertama dalam mempelajari ilmu agama adalah dengan cara memahami Aqidah-aqidah pokok yang diajarkan oleh Qur’an dan Hadits, serta memahami perkembangan pemikiran Para ulama dimasa lalu yang kesemuanya itu telah menjadi kajian dalam Ilmu Kalam.
Kita perlu mengetahui Ilmu Kalam ini  sebagi dasar keagamaan, sehingga merasa perlu untuk mempelajarinya agar mendapatkan kebenaran semaksimal mungkin.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah materi kulasi ini adalah :
  1. Pegertian ilmu Kalam
  2. Ruang lingkup pembahasan ilmu Kalam
  3. Latar Belakang Kemunculan Aliran-aliran Ilmu Kalam.

C. Tujuan Penelitian

a.       Agar mengetahui pengertian ilmu Kalam.
b.      Agar mengetahui objektifitas ilmu Kalam.
c.       Agar mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya ilmu Kalam.

E. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti :
1)      Untuk dijadikan sebagai sumbangan pemikiran pada semua pihak.
2)      Untuk menjadi salah satu koleksi pengetahuan di dalam otak yang mudah-mudahan bermanfaat.
Bagi Pembaca :
Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan dapat menumbuhkan suatu ide tertentu dalam berhujjah.


BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP
DAN LATAR BELAKANG TIMBULNYA ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

A. Pengertian Ilmu Kalam
a. Definisi Ilmu Kalam
1. Menurut bahasa
Pengertian secara harfiah kata Kalam berarti pembicaraan. Tetapi bukan dalam arti sehari-hari (ngobrol) melainkan dalam pengertian “Pembicaraan yang bernalar & menggunakan logika”. Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas & Logic. Sehingga ia erat dengan ilmu mantiq/logika.
2. Menurut Istilah.
Masing-masing ulama Kalam/Mutakallimiin memberikan batasan / ta’rif Ilmu Kalam berbeda-beda sesuai dengan argumentasi masing-masing :
1)      Abu Hanifah menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.[3]
2)      Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah SWT.), Sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.[4]
3)      Ada yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin.[5]
4)      Yaitu kepercayaan tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya, tentang rasul-rasul dan sifat-sifatnya dan kebenaran keutusannya, demikian pula tentang kebenaran kabar yang dibawa Rasul itu, sekitar alam gaib, seperti akhirat dan seisinya.[6]
5)      Teologi islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa inggris, theology. William L. Reese mendefinikannya dengan discourse or reaso concerning God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutup kata-kata William ockham, Reese lebih jauh mengatakan, “ Theology to be a discipline resting on revealed truth dan independent of both philosopy an science.” (Teologi merupakan disiplin ilmu yang membicarakan tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan).[7]
6)      Sementara itu, Bove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.[8]
7)      Musthafa Abdul Raziq berkomentar :
أن هذا العلم يعتمد على البراهين العقلية فيما يتعلق بالقعائد الإيمانية أي البحث في العقائد الإسلامية إعتمادا على العقل.
Artinya : “Ilmu ini (Ilmu Kalam) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami ini betolak atas bantuan nalar.[9]
8)      Sementara itu, al-Farabi mendefinisan Ilmu kalam sebagai berikut :
وَالْحَاصِلُ أَنَّ هَذَا الْعِلْمَ يُبْحَثُ فِيهِ عَنْ ذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ وَأَحْوَالِ الْمُمْكِنَاتِ فِي الْمَبْدَإِ وَالْمَعَادِ عَلَى قَانُونِ الإِسْلامِ
Artinya : Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin ilsam, stressing akhirnya adalah memproduksikan ilmu kalam sebagai berikut :
علم الكلام هو علم يتضمن الحجاج عن العقائد الإيمانية بالأدلة العقلية.
Artinya : Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani diperkuat dalil-dalil rasional.[10]
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-Akbar dan teologi Islam.[11] Disebut Ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama (ushuluddin). Disebut Ilmu Tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji pula tentang asma’ (nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan ja-iz, juga sifat yang wajib mustahil dan ja’iz, bagi rasul-Nya. Ilmu tauhid sendiri sebenarnya membahas keesaan Allah SWT., dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya.[12]
Masih Banyak sekali definisi-definisi mengenai ilmu kalam. Akan tetapi kesemuanya berkisar atau menjelaskan pada persoalan kepercayaan kepada Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya  termasuk juga didalamnya membahas utusan-utusannya dan hari akhir.
b. Asal-usul Ilmu Kalam
Ilmu ini tidak langsung dinamai dengan ilmu kalam, melainkan ada asal-usulnya, ilmu ini dinamai dengan ilmu kalam ialah:
1. Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan Hijriah adalah “Firman Tuhan” dan non analinya Qur’an (Khalq al-Qur’an), karena itu keseluruhan isi ilmu kalam dinamai dengan salah satu bagiannya yang terpenting.
2. Dasar ilmu kala ialah dalil-dalil dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan para mutakallimin. Mereka jarang kembali kepada dalil naql (Qur’an dan Hadis), kecuali sesudah menetapkan kebenaran pokok persoalan terlebih dahulu.

Karena cara pembuktian kepercayaan agama menyerupai logika, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.[13]
Ilmu kalam bisa juga dinamakan dengan ilmu tauhid. Arti tahuhid adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (meng-Esa-kan Tuhan), tidak ada sekutu-Nya. Ilmu kalam dinamakan tauhid karena tujuannya adalah menetapkan ke-Esaan Allah dalam Dzat dan Perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta dan hanya Allah yang menjadikan tempat tujuan terahir alam ini. Prinsip inilah yang menjadi tujuan utama dari diutusnya Nabi Muhammad SAW.[14]
Ilmu kalam juga dinamakan Ilmu Aqaid  atau Ushuluddin. Hal ini dapat dimengerti, karena persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraanya.[15]
Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin. Golongan ini bisa dianggap sebagai golongan yang berdiri sendiri yang menggunakan akal-pikiran (alasan-alasan pikiran) dalam memahami nas-nas (teks-teks) agama dan mempertahankan kepercayaannya. Berbeda dengan tasawuf yang mendasarkan pengetahuannya (ilmu/makrifatnya) kepada pengalaman batin dan renungan atau kasyf (terbuka dengan sendirinya). Mutakallimin juga berbeda dengan golongan filosof yang mengambil alih pemikiran filsafat Yunani dan yang menganggap bahwa filsafat itu bernar seluruhnya. Juga mereka berbeda dengan golongan Syi’ah ta’mimiyyah (doctrinaire) yang mengatakan bahwa dasar utama untuk ilmu bukan yang didapati akal, bukan pula yang didapati dari dalil maqal (Qur’an dan hadis), tetapi didapati dari iman-iman mereka yang suci (ma’sum).[16]

c. Sejarah Berdirinya Ilmu Kalam
Kita tidak akan dapat memahami persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya, kejadian-kejadian politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya. Faktor-faktor terseubut  banyak sekali, tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor dari dalam (Islam dan kaum muslimin) dan faktor dari luar baik berupa kebudayaan-kebudayaan atau agama selain islam.[17]
1. faktor dari dalam
a. Al-Qur’an sendiri disamping mengajak kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa nabi Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar yang faktanya al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasannya; antara lain :
1. golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja, seperti QS. Al-Jasiyah, 45:24:
(#qä9$s%ur $tB }Ïd žwÎ) $uZè?$uŠym $u÷R9$# ßNqßJtR $uøtwUur $tBur !$uZä3Î=ökç žwÎ) ã÷d¤$!$# 4 $tBur Mçlm; y7Ï9ºxÎ/ ô`ÏB AOù=Ïæ ( ÷bÎ) öLèe žwÎ) tbqZÝàtƒ ÇËÍÈ  
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
2. Golongan musyrik yang menyembah binatang-binatang, bulan, matahari, seperti QS. Al-An’am 6:76-78 :
$£Jn=sù £`y_ Ïmøn=tã ã@ø©9$# #uäu $Y6x.öqx. ( tA$s% #x»yd În1u ( !$£Jn=sù Ÿ@sùr& tA$s% Iw =Ïmé& šúüÎ=ÏùFy$# ÇÐÏÈ   $£Jn=sù #uäu tyJs)ø9$# $ZîÎ$t/ tA$s% #x»yd În1u ( !$£Jn=sù Ÿ@sùr& tA$s% ûÈõs9 öN©9 ÎTÏöku În1u žúsðqà2V{ z`ÏB ÏQöqs)ø9$# tû,Îk!!$žÒ9$# ÇÐÐÈ   $£Jn=sù #uäu }§ôJ¤±9$# ZpxîÎ$t/ tA$s% #x»yd În1u !#x»yd çŽt9ò2r& ( !$£Jn=sù ôMn=sùr& tA$s% ÉQöqs)»tƒ ÎoTÎ) Öäü̍t/ $£JÏiB tbqä.ÎŽô³è@ ÇÐÑÈ  
76. Ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
77. Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat."
78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

3. golongan yang tidak percaya atas diutusnya para nabi dan kehidupan akhirat, seperti QS. Al-Isra’, 17:94 dan al-Anbiya’, 21:38 :
$tBur yìuZtB }¨$¨Z9$# br& (#þqãZÏB÷sムøŒÎ) æLèeuä!%y` #yßgø9$# HwÎ) br& (#þqä9$s% y]yèt/r& ª!$# #ZŽ|³o0 Zwqߧ ÇÒÍÈ  
94. Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?"
šcqä9qà)tƒur 4ÓtLtB #x»yd ßôãuqø9$# bÎ) óOçFZà2 šúüÏ%Ï»|¹ ÇÌÑÈ  
38. Mereka berkata: "Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekaIian adalah orang-orang yang benar?"

4. golongan yang mengatakan semua yang terjadi di dunia ini adalah perbuatan Tuhan, tidak ada campur tangan manusia (yaitu orang-orang munafiq), seperti QS.Ali ‘Imran 3:154 :
§NèO tAtRr& Nä3øn=tæ .`ÏiB Ï÷èt/ ÉdOtóø9$# ZpuZtBr& $U$yèœR 4Óy´øótƒ Zpxÿͬ!$sÛ öNä3ZÏiB ( ×pxÿͬ!$sÛur ôs% öNåk÷J£Jydr& öNåkߦàÿRr& šcqZÝàtƒ «!$$Î/ uŽöxî Èd,ysø9$# £`sß Ïp§Î=Îg»yfø9$# ( šcqä9qà)tƒ @yd $oY©9 z`ÏB ̍øBF{$# `ÏB &äóÓx« 3 ö@è% ¨bÎ) tøBF{$# ¼ã&©#ä. ¬! 3 tbqàÿøƒä þÎû NÍkŦàÿRr& $¨B Ÿw tbrßö6ムšs9 ( tbqä9qà)tƒ öqs9 tb%x. $oYs9 z`ÏB ̍øBF{$# ÖäóÓx« $¨B $uZù=ÏGè% $oYßg»yd 3 @è% öq©9 ÷LäêYä. Îû öNä3Ï?qãç/ yuŽy9s9 tûïÏ%©!$# |=ÏGä. ãNÎgøŠn=tæ ã@÷Fs)ø9$# 4n<Î) öNÎgÏèÅ_$ŸÒtB ( uÍ?tFö;uŠÏ9ur ª!$# $tB Îû öNà2Írßß¹ }ÈÅcsyJãÏ9ur $tB Îû öNä3Î/qè=è% 3 ª!$#ur 7OŠÎ=tæ ÏN#xÎ/ ÍrߐÁ9$# ÇÊÎÍÈ  
154. Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu[241], sedang segolongan lagi[242] telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah[243]. mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah". mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.
[241] Yaitu: orang-orang Islam yang kuat keyakinannya.
[242] Yaitu: orang-orang Islam yang masih ragu-ragu.
[243] Ialah: sangkaan bahwa kalau Muhammad s.a.w. itu benar-benar Nabi dan Rasul Allah, tentu Dia tidak akan dapat dikalahkan dalam peperangan.

Munculnya golongan-golongan itu sudah menjadi tugas kaum muslimin untuk membuktikan kebenaran agama Islam dan juga menunjukkan kesalahan golongan tersebut. Dari kumpulan alasan itulah maka muncul Ilmu Kalam.
b. Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang pikirannya, disamping melimpah ruahnya rizqi. Disinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling bententangan. Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama, bukankah pada setiap manyarakatpun terdapat gejala itu. Pada mulanya agama hanyalah merupakan kepercayaan yang kuat dan sederhana, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Penganutnya menerima bulat-bulat segala sesuatu yang diajarkan oleh agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hati tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan.
Setelah itu datanglah fase penyelidikan dan pemikiran yang membicarakan soal agama secara filosofis. Disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasannya.
c. Sosial politik
Saat beliau (nabi Muhammad SAW) wafat di tahun 632 M. daerah kekuasaan Madinah bukan hanya terbatas pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruh semenanjung Arabia. Negara Islam di waktu itu seperti digambarkan oleh W.M. Watt, telah merupakan kumpulan suku-suku bangsa Arab, yang mengikat tali persekutuan dengan (nabi) Muhammad (SAW) dalam berbagai bentuk, dengan masyarakat Madinah dan mungkin juga masyarakat Mekkah sebagai intinya.[18]
Jadi tidak mengherankan kalau masyarakat Madinah pada waktu wafatnya nabi Muhammad SAW. Sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu, sehingga penguburan Nabi merupakan soal kedua bagi mereka. Timbullah soal khilafah, soal pengganti Nabi sebagai kepala Negara. Sebagi Nabi atau Rasul, Nabi tentu tidak dapat digantikan.[19]
2. faktor dari luar
a. Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, dll, bahkan diantara mereka ada yang sudah dan pernah jadi ulama’nya. Karena itu, dalam buku-buku aliran dan golongan islam sering kita dapati pendapat-pendapat yang jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya.[20]
b. golongan islam yang dulu munculnya, terutama Muktazilah, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan merka yang memusuhi Islam. Mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya, kalau tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan tersebut, beserta dalilnya. Dengan demikian mereka harus menyelami pendapat-pendapat lawannya dan akhirnya negeri Islam menjadi arena perdebatan bermacam-macam pendapat dan bermacam-macam agama, yang mana bisa mempengaruhi masing-masing pihak yang bersangkutan. Salah satunya ialah penggunaan filsafat sebagai senjata kaum muslimin.[21]
c. Sebagai kelanjutan tersebut, para mutakallimin hendak mengimbangi lawan mereka menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.[22]

Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya ilmu kalam yang notabenenya bukanlah ilmu murni/asli ilmu Islam, namun jika dikatakan berasal dari filsafat yunani juga tidak benar, karena sumber pembicaraannya adalah islam dan ayat-ayat al-Qur’an juga banyak yang dijadikan dalil selain menempuh filsafat yunani. Sebernarnya ilmu kalam adalah campuran dari ilmu keislaman dan filsafat yunani, namun warna keislamannya lebih kuat.[23]

B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
a. Pembahasan dalam ilmu Kalam.
Aspek   pokok   dalam   ilmu   Kalam adalah   keyakinan   akan  eksistensi  Allah yang maha sempurna,  maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat   kesempurnaan   lainnya.  Karena   itu   pula,   ruang   lingkup pembahasan dalam ilmu Kalam yang pokok adalah :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
2. Hal  yang berhubungan dengan utusan Allah  sebagai  perantara antara manusia dan Allah  atau disebut  pula washilah meliputi   : Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
3. Hal-hal  yang berhubungan dengan hari  yang akan datang,  atau disebut juga ma’ad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.
b. Aspek-aspek dalam ilmu Kalam
Bagian-bagian  Kalam sebagai   ilmu dapat  dibagi  dalam 5  aspek  : Tauhid Rububiyah,   tauhid Uluhiyah/ubudiyah,   tauhid  sifat, tauhid qauli dan tauhid amali.
c. Masalah-masalah yang bertentangan dengan Kalam.
Secara   garis   besar,  masalah-masalah   yang   bertentangan   dengan Kalam adalah   kekafiran,   kemusyrikan,  kemurtadan,  dan kemunafikan.

Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.[24] Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.

C. Latar Belakang Kemunculan Aliran-aliran Ilmu Kalam
Sebagian besar umat Islam faham bahwa munculnya aliran-aliran dalam Islam bermula dari perselisihan masalah politik kepemimpinan pasca sepeninggal Nabi Muhammad. Tetapi tidak sedikit yang belum mengetahui secara rinci kronologis timbulnya berbagai aliran tersebut hingga dewasa ini.
Dari persoalan politik itulah kemudian bermuara menjadi persoalan teologi yang kemudian berkembang menjadi banyak aliran dalam Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di Mekkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Kota ini juga menjadi kawasan perdagangan sekaligus daerah transit bisnis dari seluruh semenanjung Arabia. Mekkah pun menjadi kaya. Perdagangan di kota ini dipegang oleh suku Quraisy yang terkenal kaya sekaligus berpengaruh dalam lingkaran pemerintahan Mekkah. Pemerintahan dijalankan melalui Majelis suku-bangsa yang anggotanya terdiri dari kepala-kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat, Nabi Muhammad SAW karena bukan termasuk golongan orang-orang berada, mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya.
Nabi Muhammad SAW pun bersama pengikut-pengikutnya terpaksa meninggalkan Mekkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib pada tahun 622 M. kota Yatsrib inilah kemudian oleh Muhammad SAW diganti nama menjadi Madinah al-Nabi, atau lebih dikenal dengan sebutan Madinah yang mempunyai makna “kota yang berperadaban.” Berbeda ketika masih di Mekkah, Nabi Muhammad SAW hanya menjadi kepala agama. Setelah di Madinah beliau memegang fungsi ganda: sebagai kepala agama, pemimpin spiritual, sekaligus kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan kekuasaan politik yang dipatuhi di kota ini. Sebelumnya Madinah tak ada kekuasaan politik. Sepuluh tahun setelah Nabi Muhammad tinggal di Madinah beliau pun wafat, Tepatnya pada tahun 632 M. ketika itu daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia.
Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh W.M. Watt (1961:222/3), sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin persekutuan dengan Muhammad dalam berbagai bentuk, dengan masyarakat Madinah, juga Mekkah sebagai intinya.Kekhalifahan Sepeninggal Nabi MuhammadSepeninggal Nabi Muhammad inilah timbul persoalan di Madinah. Siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu.
Dari sinilah kemudian timbul soal khalifah, soal pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala negara. Sebagai Nabi atau Rasul, tentu beliau tak dapat digantikan. Sebab keyakinan umum umat Islam Nabi Muhammad adalah khatam al-anbiya’, nabi penutup/ terakhir. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakr-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu menjadi pengganti (khalifah) Nabi dalam mengepalai negara Madinah. Selanjutnya Abu Bakr digantikan oleh Umar Ibn al-Khattab dan Umar digantikan oleh Usman Ibn Affan. Berbeda dengan Muhammad SAW, Usman termasuk dalam golongan pedagang Quraisy yang kaya. Keluarganya banyak dari orang aristokrat Mekkah yang karena pengalaman bisnis mereka, mempunyai pengetahuan administrasi kepemimpinan. Pengalaman mereka inilah yang dimanfaatkan dalam memimpin administrasi daerah-daerah di luar Semenanjung Arabia masuk ke dalam kekuasaan Islam.[25]
Pakar sejarah menggambarkan Usman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu. Usman pun mengangkat mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah yang tunduk kepada kekuasaan Islam. Bahkan gubernur-gubernur yang diangkat oleh Umar Ibn al-Khattab, dilengserkan oleh Usman. Sepak terjang politik yang syarat nepotisme inilah memicu reaksi yang tak menguntungkan bagi Usman sendiri. Sahabat-sahabat Nabi yang semula mendukungnya, mulai meninggalkan Khalifah ketiga ini. Orang-orang yang semula ingin menjadi Khalifah mulai memanfaatkan momentum. Perasaan tak senang pun muncul di daerah-daerah, termasuk dari Mesir yang meletup pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontakan dari Mesir ini. Usman pun wafat. Ali, sebagai calon terkuat, menjadi Khalifah keempat. Sebagai pengganti baru, jalan Ali sebagai Khalifah tak selempang yang diduga. Segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi Khalifah, terutama Thalhah dan Zubair dari Mekkah yang mendapat dukungan dari Aisyah. Tantangan dari ketiga orang ini dapat dipatahkan Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Thalhah dan Zubair mati terbunuh, Aisyah dikirim kembali ke Mekkah. Tantangan ke dua datang dari Muawiyah, Gubernur Damaskus, keluarga dekat Usman. Muawiyah pun tak mau mengakui Ali sebagai Khalifah. Ia menuntut Ali agar menghukum pembunuh-pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu. Pada rentang berikutnya kedua kelompok ini terlibat pertempuran di Siffin, tentara Ali dapat mendesak Muawiyah. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah, Amr Ibn Ash yang terkenal licik, minta berdamai dengan mengangkat al-Qur’an ke atas kepala. Qurra’ (para sahabat penghapal al-Qur’an yang ada di pihak Ali mendesak Ali agar menerima tawaran itu. Selanjutnya dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase yaitu dengan hakim. Sebagai penengah diangkat dua orang: Amr Ibn Ash dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-‘Asy’ari untuk Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan keimanan Abu Musa. Keduanya bermufakat untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan Muawiyah. Peristiwa ini merugikan Ali sekaligus menguntungkan Mu’awiyah. Dengan adanya arbitrase itu Muawiyah, yang tadinya Gubernur Daerah, naik menjadi Khalifah tak resmi. Jelas keputusan ini ditolak Ali dan tak mau meletakkan jabatannya, hingga akhirnya ia mati terbunuh pada tahun 661 M.
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash untuk mengadakan arbitrase ini yang memunculkan polemik pro kontra berkepanjangan di barisan pendukung Ali sendiri. Sebagian mereka berpendapat bahwa hal seperti itu tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia. Mereka berargumen La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah). Bahkan mereka memandang bahwa Ali telah melakukan kesalahan fatal, oleh karenanya mereka meninggalkan barisannya. Kelompok ini kemudian dikenal dengan nama al-Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau seceders dari Ali. Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa, mereka melawan Ali. Ia pun menghadapi dua musuh: Muawiyah dan Khawarij. Mulanya Ali berkonsentrasi untuk menghancurkan Khawarij, tetapi setelah mereka kalah, tentara Ali kelabakan meneruskan pertempuran dengan Muawiyah. Muawiyah tetap berkuasa di Damaskus. Setelah Ali Ibn Abi Thalib wafat Muawiyah dengan mudah memperoleh pengakuan sebagai Khalifah pada tahun 661M dan mendirikan Dinasti Umayah. Dari persoalan-persoalan politik di atas akhirnya beranjak membawa kepada muculnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir dalam arti siapa yang tetap dalam Islam dan siapa yang sudah keluar dari Islam. Pada arah selanjutnya Khawarij pun pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut pula mengalami perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Qur’an, tetapi yang berbuat dosa besar, yaitu murtakib al-kaba’ir atau capital sinners, juga dipandang kafir. Persoalan berbuat dosa inilah yang kemudian turut andil besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya.
Paling tidak ada tiga aliran teologi dalam Islam.
1.      Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau murtad, oleh karenanya wajib dibunuh.
2.      Aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin, bukan kafir. Soal dosa yang dilakukannya, diserahkan pada Allah untuk mengampuni atau tidak.
3.      Aliran Mu’tazilah yang menolak pandangan-pandangan kedua aliran di atas. Bagi Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka menyebut orang demikian dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Aliran Mu’tazilah ini lebih bersifat rasional bahkan liberal dalam beragama sehingga mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M. Perlawanan terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung.
Mereka (yang menentang) kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asy’ariah. Di Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Mu’tazilah. Dalam perkembangannya aliran Asy’ariah dan Maturidiah inilah yang kemudian menjelma menjadi paham Ahl Sunnah wa al-Jama’ah sebagaimana banyak dianut muslim Nusantara.[26]

 



BAB III

PENUTUP


a.      Kesimpulan
Dari uraian pembahasan yang telah lewat dapat disimpulkan :
    1. Banyak sekali definisi-definisi mengenai ilmu kalam. Akan tetapi kesemuanya berkisar atau menjelaskan pada persoalan kepercayaan kepada Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya  termasuk juga didalamnya membahas utusan-utusannya dan hari akhir.

    1. Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.[27] Oleh sebab itu, sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid.

    1. Aliran ilmu Kalam berasal dari persoalan politik kemudian bermuara menjadi persoalan teologi/ilmu Kalam yang kemudian berkembang menjadi banyak aliran dalam Islam

b. Saran :

Karena kita sudah di zaman munculnya firqah (kelompok/aliran) islam, sesuai wejangan dari Nabi kita harus mengikuti as-Syawadzu al-’A’dhom (kelompok mayoritas).









DAFTAR PUSTAKA



1.      Ahmad bin Ghunaim, Fawaqihu al-Dawani ‘ala Risalati Ibnu Abi Zaid al-Qoiruwani, Malikiyyah, http://www.al-islam.com.
2.      Amin, Ahmad. Dluha al-Islam, Juz III, cetakan VIII, Maktabah Nahdlotul Mishriyyah, Kairo.
3.      Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia, 2007.






















فَائِدَةٌ  أُخْرَى

PLURALISME
·        Suatu Faham / Ajaran yang berpendapat bahwa nilai kebenaran dalam berbagai hal ( agama, filsafat, hukum dll)  adalah banyak / bervariatif dan tidak bersifat tunggal
·        Semua Agama menawarkan kebenaran oleh sebab itu memeluk agama apa saja adalah benar, tidak ada agama yang paling mutlak benar. Agama manapun pasti mengantarkan orang pada Keselamatan

EKSKLUSIVISME
·        Suatu Faham / Doktrin yang mengajarkan bahwa Kebenaran itu hanya milik salah satu Agama,  golongan, kelompok dan aliran tertentu. Selain itu adalah Salah  
·        Karena Ajaran kelompok/golongan/Agama lain salah, maka harus dikonversi / diubah agar sesuai dengan pendapatnya, bila menolak untuk dikonversi, terpaksa harus menggunakan cara-cara kekerasan.

INKLUSIVISME
·        Suatu faham / ajaran yang berpendapat bahwa Kebenaran adalah apa yang disampaikan oleh doktrin agamanya, dengan tidak menutup kemungkinan doktrin agama lain juga membawa kebenaran
·        Kebenaran dalam agama sendiri harus diyakini sepenuh hati, sedang kebenaran dalam agama lain adalah untuk di hormati

UNIVERSALISME
·        Sebuah faham atau ajaran yang menganggap bhw kebenaran agama itu bersifat menyeluruh/berlaku bagi semua orang  ( sama antara yg satu dengan yang lain ) sekalipun berbeda dalam bentuk dan cara ibadahnya.
·        Nilai filosofis yang terkandung dalam Ajaran Agama adalah core ( inti ) dari obyektifitas Agama

FORMALISME
Suatu faham/ajaran yang menganggap bahwa agama hanyalah kegiatan ritual belaka :
·        Agama hanya dipandang sebagai suatu identitas belaka, tidak ada kesadaran spiritual / pemahaman atas kedalaman makna dari doktrin sebuah doktrin agama
·        Agama adalah symbol / lambang, penampakan lahiriyah, pencirian identitas, brand/merk dan bukannya dianggap sebagai sesuatu yang bersifat Bathiniyah Esoteris/Ruhani/filosofis. Ajaran Formalisme mereduksi nilai-nilai kesucian dan keilahiyan doktrin ajaran sebuah agama





[1] Fath Al-Bari, Juz I, hlm. 169
[2] Al-Qardhawy,Ar Rasul wa Al-Ilm.
[3] Mustafa Abd Ar-Raziq, Tamhid li Tarikh Al-Falsafah Al-Islamiyah,Lajnah wa At-Tha’lif wa At-Tarjamah wa An-Nasyr, 1959, hlm.265.
[4] Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, terj. Firdaus An. , Bulan Bintang, Jakarta 1965, hlm. 25.
[5] Husein Tripoli, al-Husun al-Hamidiyyah
[6] Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1974) hlm.3
[7] William L Reese, Dictionary of Philosofy and Religion, Humanities Press Ltd, USA, 1980, h. 28
[8] Raziq, Op.cit, Kalam, 14
[9] Raziq, ibid, hlm. 265
[10] Shodiq ibnu Hasan al-Qonuji, Abjadu al-‘Ulumi al-Wasyiy al-Marqumi fi bayani ahwali al-‘Ulum, Dar al-Kutub al-Alamiyyah, Beirut, 1978. Juz II, hlm. 363
[11] Musthofa Abd. Ar-Raziq, tamhid li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyh, 1959m gkn, 265.
[12] Ahmad Amin, Dluha al-islam, Kairo : Maktabah Nahdlotul Mushriyyah, tt) Juz III, hlm 9
[13] Abd ar-Raziq, Ibid, hlm 4
[14] Ibid, hlm 5
[15] Ibid.
[16] Op.cit, hlm 6
[17] Ahmad Amin, Duha al-Islam,Beirut, Dar al-Kutub al-Arabiyah, Juz III hlm. 9
[18] W.M. Watt, Muhammad Prophet and Statesman, (Oxford University Press, 1961)
[19] Harun Nasution, teologi Islam (Jakarta:UI-Press, 1986), hlm, 03
[20] Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 12
[21] Ibid. hlm. 13
[22] Ibid. hlm. 13
[23] Ahmad Amin, Dhuha Islam, Juz III. hlm. 01-20
[24] Mustafa Abd. Ar-Raziq, Ibid, hlm. 6
[25] Harun Nasution, Op. Cit, hlm. 03
[26] Rosihan Anwar, Op. Cit. hlm. 27-29
[27] Mustafa Abd. Ar-Raziq, Ibid,

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls