BIOGRAFI SINGKAT KH.BAHAR ABDUL GHOFUR
Mbah Bahar, begitulah orang menyapa KH.Bahar. Ada sebagian
pendapat yang mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Bahruddin, Beliau adalah
putra KH.Abdul Ghofur dengan istri yang pertama (Nyai Musyri’ah) dan lahir di
Mantenan sekitar tahun 1915 M.
Semenjak kecil Beliau diasuh dan didik ilmu agama langsung
oleh ayahandanya di Pesantren Mantenan yang pada saat itu masih pada tahap awal
berdiri. Sampai suatu saat ada seorang yang masih ada hubungan saudara dengan
KH.Abd.Ghofur, yang simpati dan sangat sayang sama KH.Bahar, Beliau adalah Kyai
Wahab. Mengrtahui hal itu, sang ayah (KH.Abd.Ghofur) berkata kepada Kyai Wahab
:” sudahlah ambil saja anakku yang bernama Bahar itu dan kalau ingin
mengambilnya sebagai anak mantu ya… silahkan saja.” Maka sejak itu Mbah Bahar
diakui sebagai anak angkat oleh KH.Wahab dan sebagai biaya pendidikan
ditanggung olehnya.
Kemudian untuk memperluas ilmu dan pengalamannya, Beliau
berkelana menimba ilmu ke berbagai pesantren, diantaranya beliau pernah belajar
di Pesantren Peterongan Jombang, Pesantren Bendo Pare, Pesantren Balungrejo
Pare, Pesantren Njoso Nganjuk, Pesantren Lirboyo Kediri, dan yang terakhir
Beliau di Pesantren Tremas Pacitan. Dan patut dijadikan panutan, bahwa selama
mondok, beliau sangat sederhana, bahkan sebagai bekal beliau sempat bekerja
(kasab) untuk menumpang kebutuhan sehari-hari, hingga konon waktu ngaji di
Balungrejo beliau mampu memiliki lumbung padi pribadi dari hasil kerja selama
itu. Begitulah lika-liku serta cobaan selama menuntut ilmu dan hal itu dianggap
sebagai Riadhoh.
Sekitar satu tahun sebelum mengakhiri studinya di Tremas
Pacitan, KH. Wahab berinisiatif mengambil menantu Mbah Bahar untuk dijodohkan
dengan putrinya yang bernama Siti Khodijah, kemudian setelah ada kesepakatan antar
keduanya, akad nikahpun dilangsungkan dan mengingat Mbah Bahar pada saat itu
berada di Pondok, maka akad nikah dilangsungkan secara sirri dan perwakilan
dari pihak istri. Jadi walaupun sudah sah menjadi suami istri, kedua mempelai
baru bisa bertemu dan bertatap muka satu tahun kemudian setelah sang suami
tamat mondok.
Kemudian setelah sekian lama membina Rumah Tangga, Beliau
dikaruniai 12 (dua belas) putra yaitu :
- M. Hafidz
- Siti Rofi’ah
- Ummi Hafsah
- Hasanah (almh.)
- Istiharoh
- Humaidi
- M.Zawawi
- Isfirohah
- Imam Mudlo’if (alm.)
- Abdul Karim
- Siti Roihanah
- Damanhuri
KH.
Wahab (mertua KH.Bahar) tergolong orang yang kaya raya, konon saat menunaikan
Ibadah Haji satu keluarga berangkat bersama sehingga mencapai 6 orang termasuk
Mbah Bahar sendiri. Sepulang menunaikan Ibadah Haji, beliau menetap di Pelas
dan meneruskan perjuangan sang Mertua, yaitu membesarkan Madrasah Diniyah
Awaliyah yang telah dirintis oleh KH.Wahab sejak lama. Selain juga, beliau
mendirikan Pesulukan Thoriqoh Naqsabandiyyah Kholidiyah setelah wafatnya guru
dan Mursyid yaitu Syekh Umar Sufyan dari Pondok Pesulukan Baran Maesan Kediri,
Beliau menjadi Penerus mertua beliau.
Setelah
itu, kegiatan beliau banyak dihabiskan untuk mencurahkan daya dan pikiran guna
membina santri yang belajar di sana yang dipusatkan di Masjid dan Madrasah yang
dibangun oleh mertua beliau sekaitar tahun 1923 M. Adapun materi pengajarannya
meliputi Pengajaran Diniyah yang berupa Kitab Kuning dan Sorokan Al-Qur’an.
Selain itu juga membina Ikhwan Thoriqoh yang suluk di sana, disamping harus
menghidupi keluarga yang merupakan kewajiban beliau sebagai nahkoda bahtera
rumah tangga. Hal ini beliau lakukan semata-mata karena panggilan hati dalam
memperjuangkan agama Allah swt.
Kedudukan
beliau saat ini sangat dirasakan oleh masyarakat setempat, terbukti dengan
antusiasnya mereka memasukkan anak-anaknya di lembaga pendidikan tersebut.
Disamping beliau sebagai tokoh masyarakat, beliau juga terkenal sebagai seorang
tabib yang biasa dimintai bantuan oleh masyarakat jika menemui persoalan atau
kejadian yang musykil, sehingga dengan predikat beliau itu, masyarakatpun
semakin dekat dengan kyai yang kharismatik ini. Sebab disamping ahli dalam
bidang agama, beliau juga ahli dalam hubungan masyarakat.
Itulah
kisah perjalanan hidup Kyai Bahar dan berjuang dan membina umat dan mungkin
karena usia beliau yang sudah lanjut dan kondisi yang menurun memaksakan untuk
berhenti sampai akhirnya dipanggil oleh Yang Kuasa.
KH.
Bahar wafat di Rumah Sakit Gambiran Kediri saat menjalani perawatan sakit pernafasan,
tepat pada Hari Ahad Wage tanggal 27 Dzulqoidah 1418 H / 1998 M. Di makamkan
dibelakang Masjid tepat ditepi sungai Pelas. Semua yang ada di Makam termasuk
Masjid yang berumur puluhan tahun itu seakan menjadi saksi bisu bahwa disitu
telah disemayamkan seorang Kyai Besar yang sangat dicintai umatnya.
Dan
sebagai bukti rasa cinta dan terima kasih yang tak terhingga, marilah kita
haturkan do’a untuk beliau, Al-Fatihaah …………………..
0 komentar:
Posting Komentar