Jumat, 06 April 2012

KH. BAHAR ABD. GHOFUR


BIOGRAFI SINGKAT KH.BAHAR ABDUL GHOFUR

Mbah Bahar, begitulah orang menyapa KH.Bahar. Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Bahruddin, Beliau adalah putra KH.Abdul Ghofur dengan istri yang pertama (Nyai Musyri’ah) dan lahir di Mantenan sekitar tahun 1915 M.

Semenjak kecil Beliau diasuh dan didik ilmu agama langsung oleh ayahandanya di Pesantren Mantenan yang pada saat itu masih pada tahap awal berdiri. Sampai suatu saat ada seorang yang masih ada hubungan saudara dengan KH.Abd.Ghofur, yang simpati dan sangat sayang sama KH.Bahar, Beliau adalah Kyai Wahab. Mengrtahui hal itu, sang ayah (KH.Abd.Ghofur) berkata kepada Kyai Wahab :” sudahlah ambil saja anakku yang bernama Bahar itu dan kalau ingin mengambilnya sebagai anak mantu ya… silahkan saja.” Maka sejak itu Mbah Bahar diakui sebagai anak angkat oleh KH.Wahab dan sebagai biaya pendidikan ditanggung olehnya.

Kemudian untuk memperluas ilmu dan pengalamannya, Beliau berkelana menimba ilmu ke berbagai pesantren, diantaranya beliau pernah belajar di Pesantren Peterongan Jombang, Pesantren Bendo Pare, Pesantren Balungrejo Pare, Pesantren Njoso Nganjuk, Pesantren Lirboyo Kediri, dan yang terakhir Beliau di Pesantren Tremas Pacitan. Dan patut dijadikan panutan, bahwa selama mondok, beliau sangat sederhana, bahkan sebagai bekal beliau sempat bekerja (kasab) untuk menumpang kebutuhan sehari-hari, hingga konon waktu ngaji di Balungrejo beliau mampu memiliki lumbung padi pribadi dari hasil kerja selama itu. Begitulah lika-liku serta cobaan selama menuntut ilmu dan hal itu dianggap sebagai Riadhoh.

Sekitar satu tahun sebelum mengakhiri studinya di Tremas Pacitan, KH. Wahab berinisiatif mengambil menantu Mbah Bahar untuk dijodohkan dengan putrinya yang bernama Siti Khodijah, kemudian setelah ada kesepakatan antar keduanya, akad nikahpun dilangsungkan dan mengingat Mbah Bahar pada saat itu berada di Pondok, maka akad nikah dilangsungkan secara sirri dan perwakilan dari pihak istri. Jadi walaupun sudah sah menjadi suami istri, kedua mempelai baru bisa bertemu dan bertatap muka satu tahun kemudian setelah sang suami tamat mondok.

Kemudian setelah sekian lama membina Rumah Tangga, Beliau dikaruniai 12 (dua belas) putra yaitu :
  1.  M. Hafidz
  2.  Siti Rofi’ah
  3.  Ummi Hafsah
  4.  Hasanah (almh.)
  5. Istiharoh
  6.  Humaidi
  7.  M.Zawawi
  8.  Isfirohah
  9.  Imam Mudlo’if (alm.)
  10.  Abdul Karim
  11. Siti Roihanah
  12. Damanhuri


KH. Wahab (mertua KH.Bahar) tergolong orang yang kaya raya, konon saat menunaikan Ibadah Haji satu keluarga berangkat bersama sehingga mencapai 6 orang termasuk Mbah Bahar sendiri. Sepulang menunaikan Ibadah Haji, beliau menetap di Pelas dan meneruskan perjuangan sang Mertua, yaitu membesarkan Madrasah Diniyah Awaliyah yang telah dirintis oleh KH.Wahab sejak lama. Selain juga, beliau mendirikan Pesulukan Thoriqoh Naqsabandiyyah Kholidiyah setelah wafatnya guru dan Mursyid yaitu Syekh Umar Sufyan dari Pondok Pesulukan Baran Maesan Kediri, Beliau menjadi Penerus mertua beliau.

Setelah itu, kegiatan beliau banyak dihabiskan untuk mencurahkan daya dan pikiran guna membina santri yang belajar di sana yang dipusatkan di Masjid dan Madrasah yang dibangun oleh mertua beliau sekaitar tahun 1923 M. Adapun materi pengajarannya meliputi Pengajaran Diniyah yang berupa Kitab Kuning dan Sorokan Al-Qur’an. Selain itu juga membina Ikhwan Thoriqoh yang suluk di sana, disamping harus menghidupi keluarga yang merupakan kewajiban beliau sebagai nahkoda bahtera rumah tangga. Hal ini beliau lakukan semata-mata karena panggilan hati dalam memperjuangkan agama Allah swt.

Kedudukan beliau saat ini sangat dirasakan oleh masyarakat setempat, terbukti dengan antusiasnya mereka memasukkan anak-anaknya di lembaga pendidikan tersebut. Disamping beliau sebagai tokoh masyarakat, beliau juga terkenal sebagai seorang tabib yang biasa dimintai bantuan oleh masyarakat jika menemui persoalan atau kejadian yang musykil, sehingga dengan predikat beliau itu, masyarakatpun semakin dekat dengan kyai yang kharismatik ini. Sebab disamping ahli dalam bidang agama, beliau juga ahli dalam hubungan masyarakat.

Itulah kisah perjalanan hidup Kyai Bahar dan berjuang dan membina umat dan mungkin karena usia beliau yang sudah lanjut dan kondisi yang menurun memaksakan untuk berhenti sampai akhirnya dipanggil oleh Yang Kuasa.

KH. Bahar wafat di Rumah Sakit Gambiran Kediri saat menjalani perawatan sakit pernafasan, tepat pada Hari Ahad Wage tanggal 27 Dzulqoidah 1418 H / 1998 M. Di makamkan dibelakang Masjid tepat ditepi sungai Pelas. Semua yang ada di Makam termasuk Masjid yang berumur puluhan tahun itu seakan menjadi saksi bisu bahwa disitu telah disemayamkan seorang Kyai Besar yang sangat dicintai umatnya.

Dan sebagai bukti rasa cinta dan terima kasih yang tak terhingga, marilah kita haturkan do’a untuk beliau, Al-Fatihaah …………………..
    

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls