Kamis, 22 Maret 2012

AHMAD BIN HANBAL

AHMAD BIN HANBAL

Sangat beralasan sekiranya sungai Eufrat melaknat atas agresi militer amerika serikat, dan tidaklah berlebihan kalau sungai Tigris menangis menyaksikan jantung negri 1001 Malam. 1001 Malam adalah negri yang pernah mencapai kejayaan masa islam, negri yang menjumpai legenda-legenda kramat bangsa Arab dan sentral kebudayaan islam. Dinegri inilah Ahmad bin Hanbal terlahir, tepatnya pada bulan Robiul Awal tahun 164 H. Akhirnya beliau juga berdomisili di negri tersebut.
Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Orang tuanya berasal dari Arab. Pada waktu ayahnya meninggal dunia, dimana umur beliau semasa itu berumur 3 th, kemudian hidup dalam asuhan ibunya yang sangat tercinta dalam keadaan yatim.
Semenjak berusia 15 th. Beliau sudah mulai melangkahkan kakinya belajar ilmu Hadits dikampung halamannya. Pada usia 20 th. beliau melanjutkan pengembaraannya untuk mencari ilmu agama ke berbagai daerah yang masyhur sebagai pusat berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti daerah Kufah, Basroh, Makah, Madinah, Syam dan Yaman. Setelah cukup lama disana, terpaksa ia harus mengangkatkan kakinya untuk pulang kekampung halaman dan belajar pada Imam Syafi’i Semenjak Th. 195-197 H.
Beliau termasuk murid terbesar Imam Syafi’i yang dikemudian hari menjadi seorang Mujtahid Mustaqil. Beliau termasuk orang yang zuhud, tidak suka akan kemewahan hidup, jauh dari terpengaruh kebendaan, wira’i dan ahli ibadah.
Kendati ia seorang yang selalu menderita kekurangan, namun sangat memelihara kehormatan dirinya. Tidak suka meminta kepada orang lain, lebih baik bekerja daripada menadahkan tangan dan tidak menghendaki pemberian walau sering kali dihadiahi sesuatu dari teman-teman yang kaya, bahkan tidak segan-segan beliau menolaknya.
Satu riwayat menyebutkan : Pada suatu ketika, Al-Ma’mun mengirimkan beberapa makanan untuk dibagikan kepada para pakar hadits, semuanya menerima makanan tersebut kecuali Ahmad bin Hambal.
Beliau orang yang ahli ibadah, malam harinya ia habiskan untuk beberapa ritual, wiridnya setiap malam seratus raka’at, bahkan ketika beliau mendapatkan siksaan dera, badannya lemah, ia masih sanggup melaksanakan sholat seratus lima puluh raka’at. Sholat malam yang menjadi kebiasaannya tidak pernah ia tinggalkan. Setiap malam menghatamkan Al-qur’an satu kali. Hal ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Ia sangat menyukai hidup sendirian, sehingga tidak pernah terlihat kecuali didalam masjid, suka menjenguk orang sakit, menghadiri janazah, siang harinya ia manfaatkan waktunya untuk melaksakan puasa. Bahkan menurut satu riwayat, ia berbuka tiga hari sekali berupa kurma dan sawiq.
Ahmad bin Hanbal juga orang yang sangat benci dengan pemerintahan, hal ini terbukti, pada suatu saat dimana imam Syafi’i pernah berkata pada pemerintah ( Harun Ar-Rasyid) “Wahai Kholifah, negri yaman sekarang butuh seorang Qodhi.” Harun Ar-Rosyid menjawab” Islam memang demikian. Pilihlah seorang lelaki yang akan aku jadikan Qodhi negri yaman”. Setelah selang beberapa hari Imam Syafi’i mondar-mandir ingin menghadap pada imam Ahmad bin Hanbal, lalu ia berkata “Wahai Ahmad !!, dinegri yaman sekarang membutuhkan seorang Qodhi. Apakah engkau menghendaki jika diangkat menjadi Qhodi”. “Wahai guruku yang agung !!, aku belajar padamu ilmu agama, biar menjauhkan aku dari kemewahan dunia, namun sekarang tuan memerintahkan diriku untuk menjabat sebagai Qodhi, seandainya tuan bukanlah guruku, niscaya aku tidak akan bicara denganmu setelah hari ini”, lanjutnya. Melihat kata-kata yang terucap oleh beliau, imam Syafi’i merasa malu kepadanya.1

Cobaan Yang Dialami Imam Ahmad Bin Hambal
Sudah menjadi peraturan Allah yang berlaku dimuka bumi ini, bahwa barang siapa yang bersungguh-sungguh, iman kepadaNya. apabila telah dikehendaki menjadi orang besar yang dipilihNya, niscaya ia akan lebih dahulu diberi ujian olehNya. Ujian itu tentu yang sesuai dengan kepribadian orang yang diuji, dengan tujuan agar dapat diketahui baik dan buruknya. Ahmad bin Hanbal adalah salah satu dari orang-orang yang mendapatkan ujian tersebut Diantara ujiannya adalah sebagai berikut;
pada masa islam mengalami kejayaan dibawah pimpinan Harun Ar-Rasyid, orang yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah mahluk akan diancam hukuman dera dan penjara. Ketika pucuk pimpinan dipegang putranya yaitu yang bernama Al-Amin, hukum diatas tetap dilakasanakan.
Kemudian setelah Al Amin lengser dari jabatannya, pimpinan berikutnya dipegang oleh saudaranya yaitu Al-Ma’mun, orang-orang dari golongan Mu’tazilah dapat mencampuri pemerintahannya, dan mengakui baik terhadap orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, bukan kalam Allah Swt, kejadian ini terjadi berkisar antara tahun 218 H./833 M. Ahirnya Al-Ma’mun sendiri dapat dimasuki oleh pendapat dari orang-orang Mu’tazilah dan mengadakan penyelidikan terhadap ulama-ulama besar dimasa itu yang mengatakan Al-Qur’an bukan mahluk. Dan dimasa-masa itu, ulama besar yang berani menetang Al-Ma’mun adalah Ahmad bin Hambal. Beliau dengan tegas mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. pada ahirnya beliau mendapat siksaan yang sangat pedih dan penjara, kemudian beliau dibawa akan diserahkan kepada kholifah Al-Ma’mun, namun sebelum sampai pada tmpat tujuan, Al-Ma’mun sudah meninggal dunia, terpaksa Ahmad bin Hambal harus dikembalikan lagi kepenjara semula.
Kemudian setelah pemerintahan islam dikuasai oleh Al-Mu’tashim yang merupakan saudara dari Al-Ma’mun, beliau tetap dipenjara sampai Al-Mu’tashim wafat pada tahun 227 H (842 M.). S Selanjutnya ketika pemerintahan dipegang oleh Al-Mutawakil fitnah (Al qur'an adalah makhluq) tersebut selesai, sehingga Ahmad bin Hambal di keluarkan dari penjara dan mendapatkan penghormatan yang sangat besar, sampai beliau wafat..
Demikianlah cobaan yang dihadapi imam Ahmad bin Hambal, untuk misi menegakan kebenaran yang tidak sama sekali gentar menghadapi cercaan dan hinaan dari berbagai kalangan, meski harus dipenjara dan disiksa untuk beberapa tahun lamanya.

Karya-Karya Ahmad Bin Hanbal
Dari sejarah yang tercatat, imam Ahmad bin Hanbal banyak memiliki banyak hasil karya yang diantaranya adalah kitab musnad yang menjelaskan tentang hadits. Menurut satu penelitian kitab tersebut memuat 30.000 hadits.
selain itu beliau juga memiliki kitab yang menjelaskan tentang zuhud, sholat, wirai’; kitab Ro’du ‘ala zaman Thiqoh; I’lal wal Rijal; Asyribah; Dan berbagai disiplin ilmu yang lain.
Hanya saja dari kitab-kitab tersebut, tidak di dokumentasikan sendiri, karena dikhawatirkan didalam sebagia permasalahan ia revisi akan merubah ijtihadnya. Kemudian setelah beliau wafat pendokumentasian (pembukuan) dilakukan oleh para muridnya. Dari banyak kitab tersebut yang terpenting, adalah kitab tentang masa’il yang berisi tentang jawaban-jawaban beliau tentang permasalah Fiqh, kitab ini di tulis oleh putranya yang bernama Ali bin Ahmad bin Hambal. Kitab ini adalah sebuah kitab yang berisi jawaban jawaban Ahmad bin Hanbal terhadap persoalan yang ia hadapi.
Satu riwayat menyebutkan bahwa Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Kholal (wafat tahun 311 H.) telah berusaha mengoleksi (mengumpulkan) beberapa buah pikiran Ahmad bin Hanbal yang akhirnya ia wujudkan dalam bentuk kitab yang bernama Jami’ Al Kabir . kitab ini kurang lebih mencapai dua puluh jilid .

Kedudukan Ahmad bin Hanbal dalam ilmu fiqh
Mayoritas ahli sejarah seperti imam Thobari, Ibnu Abdil Barr, Imam Muqaddasi mengatakan bahwa Ahmad bin Hanbal tidak termasuk ulama’ fiqh, tetapi beliau termasuk ulama dalam bidang hadits. Hal ini lebih dipertegas oleh Ibnu Qatabah dalam sebuah karyanya Al-Ma’arif. Di dalam ini Ibnu Qotabah menjelaskan bahwa Ahmad bin Hanbal bukan termasuk dari qolngan ulama’ fiqh,
Selain itu juga dipertegas oleh para ulama’ yang menyusun kitab tentang khilafiah seperti imam Thohawi, Imam Dabusi, imam Nafasi, imam Ghazali. Dimana mereka tidak mencantumkan madzhab Hanbali ke dalam permasalahan khilafiah.
Namun pendapat yang haq mengatakan bahwa Ahmad bin Hanbal termasuk ulama’ fiqh yang mengajarkan madzhabnya. Meskipun dari satu sisi beliau juga ulama' ahli hadits.. Hal ini telah terlihat secara jelas dalam kitab Masail.

faktor sedikitnya pengikut madzhab hanbali
Menurut penelitian salah satu ulama’ bahwa madzhab Hanbali banyak berpegang pada Al qur’an dan Al hadits sebagai sumber syari’at. Jarang sekali ditemukan madzhabnya berpegang pada qiyas. Hal ini mengakibatkan madzhab-madzhabnya terpaku padanya. Akhirnya tidak dapat mengikuti peradaban dan perkembangan zaman yang semakin dewasa. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan madzhabnya tidak banyak disukai manusia selama masih ditemukan madzhab lain yang banyak menggunakan metode qiyas, istihsan, maslahah mursalah dan yang lain, yang pada perkembangannya mampu menjawab tuntutan zaman yang semakin ketat.
Faktor kedua, sekitar abad 4 H pengikut Ahmad bin Hanbal terhitung banyak dan mempunyai kekuatan. Namun karena kekerasan para pengikutnya, manusia banyak yang tidak mau mengikuti madzhabnya. Di antara kekerasannya adalah memaksa manusia untuk mengikuti madzhab Hanbali dan mengancam kepada siapa saja yang melakukan tindakan yang dianggapnya bertentangan dengan syari’at. Dalam upaya ini mereka tidak membedakan antara orang awam dan orang alim. Bahkan dalam kekerasannya mereka melakukan penentangan terhadap pengikut Syafi’i dan mencelanya.
Kemudian di tengah-tengah pergolakan ini muncul seorang kholifah yang dalam misinya menentang pengikut Hanbali dan menakut-nakutinya apabila tidak mau menghentikan tindakannya. Dari sinilah manusia benci terhadap madzhab Hanbali.
Faktor ketiga, Tidak adanya kesanggupan dari pihak pemerintahan mempublikasikan madzhab Hanbali terutama sebelum pemerintahan Ibnu Sa’ud berkuasa, sehingga madzhab Hanbali di negri-negeri Islam terhitung sangat sedikit dan tidak punya kekuatan. Baru kemudian setelah pemerintahan Ibnu Sa’ud berkuasa, madzhab Hanbali tidak tersaingi lagi. Karena dari pemerintahan sendiri sanggup untuk mempublikasikanmadzhab Hanbali.

Sumber-Sumber Imam Ahmad Bin Hambal
Ibnu Qoyyim didalam karyanya “A’lamul Muwaqi’in” mengatakan bahwa yang digunakan Ahmad bin Hambal dalam memutuskan suatu permasalahan ada Lima;
1. Al-Qur’an dan Hadis marfu’. Maka permasalahan yang ditemukan dari kedua sumber tersebut beliau tidak pernah pindah pada sumber yang lain yang bertentangan dengannya dan tidak mau mengikuti pendapat orang yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis, siapapun saja orangnya. Karena itu ia tidak mau mengikuti qaul Mu’ad dan Muaiwiyyah tentang bolehnya orang islam mewarisi orang kafir, karena pendapat ini bertentangan dengan Hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah binti Qois tentang larangan waris-mewaris ketika orang yang mewaris dan yang diwaris tidak seagama.
2. Fatwa Shahabat ketika tidak ada Nas Al-Qur’an dan Hadits. Maka ketika ditemukan fatwa sebagian sahabat yang tidak bertentangan dengan sahabat lain, maka itulah yang digunakan sebagai hujah atas suatu hukum.
3. Memilih pendapat sahabat yang lebih mendekati Al-Qur’an dan Hadis ketika mereka terjadi perselisihan pendapat. Dalam metodeloginya beliau tidak keluar dari pendapat sahabat tersebut. dan suatu saat ketika tidak ada perkara yang mentarjeh salah satu pendapat tersebut, maka beliau tidak mau berfatwa;
4. Mengadopsi Hadits Mursal atau Dho’if, dan lebih memprioritaskannya dari pada qiyas, selama tidak ada Hadits lain, qaul sahabat dan Ijma’ shahabat yang menolak hadits tersebut;
5. Qiyas. Menurut beliau qiyas digunakan sebagai salah satu pensyari’atan ketika dalam kondisi yang sangat mendesak, dalam arti tidak menggunakan qiyas selama masih ada sumber-sumber diatas.
Perlu sedikit kami tambahkan, bahwa pokok atau dasar hukum dalam agama islam adalah al qur'an dan hadits tetapi karena banyaknya peristiwa yang terjadi di masa-masa setelah meninggalnya nabi muhammad maka peristiwa itu tentu membutuhkan jawabannya.
Maka dimasa-masa shahabat nabi yaitu di masa-masa khalifah Abu Bakar dan Umar apabila ada peristiwa baru, sedangkan belum di temui nashnya yang terang dari al qur'an atau dari sunah nabi, maka ia mengumpulkan para shahabat yang mengerti dalam bidang agama, dimana mereka diminta oleh khalifah supaya membicarakan, mempertimbangkan dan memutuskan tentang hukumnya.
Dalam permusyawaratan itu apabila di temukan nashnya dari Al qur'an maka nash itulah yang di jadikan sebagai keputusan hukum. Namun apabila nash dari Al qur-an tidak di temukan maka mereka membicarakan lagi sedalam-dalamnya, adakah nabi pernah menjelaskan hukumnya? jika ternyata di temukan hukumnya dari nabi, maka itulah yang di ambil untuk memutuskan sebuah hukum. Selanjutnya apabila dari Al hadits juga tidak di temukan maka dengan penuh kebijaksanaan mereka membicarakan lagi sedalam dalamnya dan sebulat-bulatnya tentang hukumnya. Apabila mereka telah sepakat dan bulat memutuskan hukumnya, maka keputusan itulah yang di jadikan sebagai acuan hukumnya. Keputusan shahabat itulah yang kemudian di namakan dengan ijma' shahabat.
Ijma' shahabat ini wajib untuk di ikuti dalam memutuskan suatu peristiwa yang dan belum pernah di temukan nashnya (Al qur an dan Al hadits) dengan secara jelas.
Kemudian setelah era para shahabat(tabi'in), apabila ada peristiwa baru mengenai soal-soal agama maka para ulama' yang mempunyai bidang dalam ijtihad dengan penuh kesanggupan menyelidiki hukum-hukum tersebut, mereka menyontoh apa yang pernah di lakukan oleh para shahabat sebelumnya dalam memutuskan sebuah hukum. Kesepakatan yang dilakukan oleh para imam mujtahid inilah yang kemudian di sebut dengan ijma'nya ahli ijtihad.
Terhadap ijma' ahli ijtihad inilah Ahmad bin Hanbal tidak mau mengakuinya, karena setelah era shahabat ulama' ahli ijtihad sudah berserak kemana-mana di segenap pelosok dunia islam, sedangkan mengumpulkan mereka untuk melakukan ijma' suatu perkara yang tidak mudah untuk di realisasikan . Oleh sebab itu beliau pernah berkata "Barang siapa mengakui mendapatkan ijma' maka ia orang yang dusta."
Selanjutnya beliau berkata : "perselisihan dalam pemasalahan serba mungkin terjadi. Oleh sebab itu apabila seseorang tidak mengetahui adanya perselisihan dalam satu permasalahan, sebaiknya ia mengatakan saya belum pernah mengetahui ada orang yang berselisih dalam permasalahan tersebut (jangan mengatakan ijma')".
Perkataan ini dengan jelas menunjukkan kedustaan adanya ijma' pada masa setelah shahabat, karena orang yang mengakui adanya ijma' belum mengetahui keadaan yang sesungguhnya, adakah ulama' yang menyalahinya? atau tidak. Pendapat Ahmad bin hanbal ini sebenarnya tidak jauh beda dengan pendapat Imam Syafi'i, karena imam Syafi'i sendiri pernah berkata ."Sesuatu yang belum di ketahui ada perselisihan didalamnya bukan ijma' namanya."
Imam Abu Harits pernah meriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal, bahwa beliau pernah berkata. "tidaklah seharusnya seseorang menda'wakan dirinya dapat ijma', karena kemungkinan manusia masih banyak yang berselisih pendapat."
Adapun tentang hukum qiyas Ahmad bin Hanbal tidak suka menggunakannya kecuali dalam kondisi yang sangat memaksa dirinya untuk menggunakannya. Pendirian yang demikian itu sebenarnya juga tidak beda jauh dengan pendirian Imam Syafi'i . bahkan Ahmad bin Hanbal lebih keras lagi, karena beliau lebih suka menggunakan hadits ahadi dari pada menggunakan qiyas. "Hadits dlo'if lebih kuat dan saya sukai dari pada pendapat orang (qiyas)" demikian pengakuan Ahmad bin Hanbal.
Demikian tadi dasar-dasar yang dibuat pegangan Ahmad bin Hambal dalam memutuskan sebuah hukum. Sebenarnya kalau kita selidiki bersama maka dalam keadan dlarurat beliau juga menggunakan metode yang lain seperti Istikhsan, Maslahah Mursalah dan Saddu Dzaro’i'.2

Ulama-Ulama Mahdzab Hambali
Imam Ahmad bin Hambali mempunyai banyak pengikut, diantara pengikutnya yang termasyhur dan sanggup mempublikasikan madzhab Hambali adalah;
S a t u : Atsrom Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani Al-Khurosani Al-Baghdadi (W. 373 H.), beliau termasuk ulama fiqh, banyak Hadits yang ia hafalkan dan Alim. Ternyata kitab Sunan adalah kepunyaannya, yaitu sebuah kitab yang menjelaskan tentang Fiqih madzhab Ahmad bin Hambal.
K e d u a : Abu Qosim Al-Khiroqi (w.334 H.), penyusun kitab Mukhtashor yang berisi tentang Fiqih.
K e t i g a : Abdul Aziz bin Ja’far pemilik kitab مقنع .
Rentang masa yang lama muncul orang alim bernama Ibnu Taimiyyah(w.728H.), empunya kitab Rosa’il wal Fatawi. Beliau memiliki murid bernama Ibnu Qoyyim (w.751 H.). kedua orang tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan madzhab Hanbali dan tersebarnya madzhab tersebut keberbagai daerah.
Setelah waktu yang cukup lama pula muncul Muhammad bin Abdul Wahab (Pendiri Wahabiyyah), madzhab Hanbali menjadi madzhab yang resmi dipemerintahan Ibnu Sa’ud.
Demikian tadi perkembangan madzhab Hanbali. Madzhab ini ditengah perjalanan selain ada perkembangan ada juga kemerosotan seperti yang pernah dipaparkan diatas.

Wafatnya Ahmad bin Hanbal wafat
Kembali kepada tentang keadaan diri Ahmad bin Hanbal sepulang dari penjara, usianya sudah begitu lanjut yaitu sudah hampir 70 tahun. Keadaan tubuhnya terutama bekas yang pernah terkena dera dan pukulan cemeti banyak yang kelihatan bengkak, menyebabkan di kala itu ia kerap sekali jatuh sakit. Sekalipun demikian beliau tetap menjadi seorang mufti besar dan memberikan fatwanya kepada para manusia.
Disamping itu tidak ada waktu yang terluang, karena waktunya ia gunakan untuk berbagai macam ritual terutama sholat sunat dan membaca Al qur'an. Kerap kali beliau berpuasa dengan sekali buka.
Kemudian setelah usia beliau sudah lanjut, terasa olehnya kesakitan badannya makin bertambah parah. Imam Abu bakar Al Mawarzi berkata : "Ahmad bin Hanbal tatkala sudah usia 77 tahun mulailah agak sakit berat."
Sepanjang riwayat menyebutkan bahwa baginda Al mutawakkil pada setiap harinya menyuruh seorang tabib untuk menjenguk keadaan sakitnya. Tepat hari rabu robi'ul awal tahun 241 H. keadan sakitnya sudah sangat kritis. Setelah berita sakitnya tersebar dimana-mana terutama di kota bagdad, berduyun-duyunlah orang-orang dari beberapa lapisan masyarakat dengan maksud menjengok keadaan beliau, baik siang atau malam. Masjid kota bagdad pada waktu itu terus penuh orang melakukan solat dan menginap di waktu malamnya.
Kemudian tepat hari jum'at pagi tanggal 12 robi'ul awal tahun 241 H(855 M.) dengan usia 77 tahun datanglah ajal Ahmad bin Hanbal dalam keadaan tenang. Seketika itu tersiarlah berita yang mengatakan "Ahmad bin Hanbal wafat. Ahmad bin Hanbal wafat."
Suara orang dimana-mana sangat gemuruh memberitakan kematian Ahmad bin Hanbal .Hiruk pikuk suara orang di kala itu di segenap kota bagdad. Dari gemuruh itu seakan akan goncanglah kota yang terkenal seribu satu malam.
Jenazah di makamkan pada jum'at siang setelah dilaksanakannya sembahyang jum'at di maqbarah Bab Harb kota bagdad dengan di hadiri dan di antar oleh beribu-ribu orang. Menurut satu riwayat bahwa orang yang melayat dan menyembahnyangkan pada waktu itu kurang lebih 130,000 orang, selain orang yang mensolati dari tempat yang jauh. Diriwayatkan juga bahwa orang yang ikut berduka cita atas kewafatannya tidak hanya dari orang-orang islam saja, tetapi juga dari orang non muslim seperti yahudi, nashrani dan majusi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls