MENANGKAL TERORISME DENGAN MENEGUHKAN AQIDAH
AHLISSUNNAH WAL JAMAAH AN-NAHDLIYYAH
I. ASAL USUL TERORISME :
Akar kata terorisme adalah Teror. Teror dalam bahasa Arab disebutالارهاب yang berati “menakut-nakuti”. Terorisme dalam pengertian perang adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror (takut), yang tidak mengikuti tatacara peperangan, justru terorisme dilakukan dengan cara tiba-tiba dengan terget korban yang acak. Terorisme dalam pengertian global adalah tindakan kekerasan yang menimbulkan korban kematian massif bagi warga sipil dengan melakukan pengeboman atau bom bunuh diri.
Sasaran kaum Teroris kebanyakan semua fasilitas yang dianggap milik bagi lawan-lawan mereka seperti negara Amerika dan Israel, yang berada di semua negara di belahan bumi. Tetapi dalam kenyataannya yang menjadi korban adalah masyarakat sipil yang kebetulan malah beragama Islam. Kaum teroris biasanya menyebut dirinya sparatis, pejuang pembebasan, mujahidin dan lai-lain. Organisasi yang terkenal dianggap teroris adalah Al-Qaidah pimpinan Osamah bin Laden.
Ada organisasi kaum teroris di Asia Tenggara yang bernama: Jama`ah Islamiyyah (JI) yang dulu bermarkas di Malaysia, dengan anggota dan aktivis seperti Azahari, Noordin dan lain sebagainya, yang pernah terlibat melakukan pengeboman di Bali dan Jakarta dengan menggunakan kaki tangan mereka seperti Amrazi dan kawan-kawan. Dan dari JI lahirlah Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) dengan imamnya Abu Bakar Ba Asyir, pengasuh Pondok Pesantren Ngruki.
Munculnya terorisme berasal dari faham Radikalisme dan Fundamentalisme Islam, sebagai reaksi terhadap kebijakan global Amerika dan negara-negara Barat, terutama menyangkut keberadaan negara Yahudi yang bernama Israel. Jadi, Radikalisme dan Fundamentalime Islam adalah akar dari Gerakan Terorisme.
Dalam sejarah Islam, Terorisme-Radikalisme sebenarnya dimulai oleh Kaum Khawarij. Mereka pernah mengutus tiga orang pembunuh jitu untuk melenyapkan tiga tokoh pada waktu itu: Ali bin Abi Thalib, Mu`awiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al-Ash. Misi pembunuhan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib berhasil pada waktu beliau mengimami jamaah shubuh. Sedangkan misi pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amr gagal. Ketiga orang pembunuh itu sebagaimana kebanyakan kaum Khawarij, dalam kesehariannya adalah ahli shalat, puasa, wirai, zuhud dan sufisme, tetapi mereka menganut faham yang salah sehingga mendorong mereka melakukan pembunuhan yang mereka anggap sebagai jihad fi sabilillah, atau dapat diistilahkan bahwa tindakan teroris mereka anggap sebagai jihad. Dengan demikian, faham Khawarij dapat dianggap sebagai cikal bakal faham Radikalisme.
Gerakan Terorisme-Radikalisme pada zaman modern dimulai oleh Bangsa Irlandia yang menentang hegemoni kekuasaan Kerajaan Inggris, Kaum Taliban di Afganistan dan Pakistan yang menentang pemerintahan Afganistan dan Pakistan yang dianggap sebagai kakitangan Barat (baca: Amerika dan Inggris), dan Gerakan Macan Tamil di Srilangka yang menentang kekuasaan di wilayah Srilangka yang pro-India.
KH Masdar Farid Mas`udi, ketua PBNU mengatakan: “Terorisme sendiri sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, apalagi dari pesantren. Terorisme dikenal setelah aksi Macan Tamil dan kelompok pejuang di Irlandia”. Aksi terorisme sebenarnya muncul akibat keslahfahaman di dalam memahami makna Jihad. Hampir di semua pondok pesantren terdapat pelajaran tentang Jihad, sehingga oleh Amerika dan Barat, pondok pesantren dituding sebagai sarang teroris. Hal itu sebagai generalisasi yang tidak tepat dan keliru. Padahal jihad dalam penerapan secara kekinian tidak harus berujud perang seperti pada zaman awal Islam. Tetapi bisa berujud peningkatan pendidikan dan perbaikan perekonomian masyarakat.
II. BEBERAPA DOKTRIN TERORISME-RADIKALISME .
Pola ideologis yang digunakan oleh kaum Teroris-Radikalis adalah pemahaman Islam secara praktis tanpa adanya pemahaman Islam secara epistemologis yang memadai, tetapi mereka menggunakan pemahaman absolutisme Islam tanpa mempertimbangkan budaya dan nilai historistik masyarakat. Para pengikut jaringan terorisme bisanya mengalami ‘cuci-otak’ dengan pemahaman Islam yang mekanistik dogmatik, sama seperti rumus-rumus eksakta, yang kering dari kearifan dari pengalaman keagamaan, corak-corak kultural, nilai-nilai historistik dan perkembangan keilmuan Islam yang mengandung tradisi maupun kearifan sosial. Mereka memaksakan dogma-dogma dan doktrin-doktrin itu untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat tanpa mempertimbangkan budaya dan nilai hisroristik yang ada. Di bawah ini beberapa doktrin Terorisme-Radikalisme:
A. Takfir.
Takfir adalah pengkafiran atau menganggap kafir terhadap golongan lain dalam Islam yang dianggap berlawanan haluan oleh kaum Radikalisme. Takfir adalah salah satu ciri khas faham radikalisme dalam Islam. Dalam sejarah, konsep Takfir dimulai oleh Kaum Khawarij, yang mengannggap kafir terhadap semua lawan mereka termasuk Ali bin Abi Thalib, Muawiyah dan semua sahabat Nabi pada waktu itu.
Pada abad 14 hijriyah, doktrin Takfir dikumandangkan lagi oleh tokoh intelektual Mesir pro-Al-Ikhwan Al-Muslimin yang bernama Sayyid Quthub. Syekh Yusuf Al-Qardawi dalam sebuah fatwanya mengatakan : “Sayyid Quthub harus bertanggungjawab terhadap doktrinasi Takfir yang dia tulis dalam buku-bukunya, di mana doktrin Takfir itu sangat berdampak buruk pada kaum radikalis di zaman modern ini”. Pemikiran radikalisme Sayyid Quthub melampaui pemikiran gurunya, Hasan Al-Banna, pendiri Al-Ikhwan Al-Muslimin, sehingga akhirnya Sayyid Quthub dipenjara dan mati di tiang gantungan pada zaman Presiden Gamal Abdul Nasser.
B. Jihad.
Jihad yang dimaksud oleh kaum teroris-radikalis adalah semua perlawanan terhadap semua lawan mereka dengan berbagai cara, meskipun dengan melakukan pengeboman yang mengakibatkan kematian massal bagi ummat Islam sendiri, dan itu mereka anggap sebagai resiko sebuah jihad. Menururt kaum teroris-radikalis, tidak ada konsep “Dzimmy”, yaitu non-muslim yang berhak mendapat perlindungan pemimpin ummat Islam sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
Sehingga semua yang berbeda dengan mereka dianggap “Harby” yang harus dibinasakan dengan semangat Jihad. Jadi, faham radikal sama persis dengan faham Khawarij dahulu kala.
C. Istisyhad / Bom bunuh diri
Bom bunuh diri menurut mereka disebut عملية استشهادية, yang artinya: “operasi kematian syahid”. Pelaku bom bunuh diri, mereka anggap langsung masuk syurga dengan dipeluk oleh bidadari. Doktrin ini merupakan strategi yang paling berbahaya di dalam faham teroris-radikalis.
Sebenarnya Istisyhad ini mereka adopsi dari faham Syi`ah Bathiniyyah, yang dulu disebut dengan “Fida`iyah” yang artinya menebus syurga dengan mengorbankan diri dalam sebuah operasi pembunuhan. Sedangkan golongannya disebut “Fida`iyyin” yang populer di Barat dengan sebutan “Fedayin”. Doktrin ini pernah dilakukan oleh Kaum Syi`ah Bathiniyyah di bawah pimpinan Ubaidillah Al-Fathimi ketika akan menguasai Mesir, dan kemudian berhasil mendirikan “Daulah Fathimiyyah” di Mesir.
Pelaku bom bunuh diri juga diistilahkan dengan “Penganten”. Doktrinasi Istisyhad ini menjadi salah satu rukun yang penting bagi faham agama mereka.
D. Eksklusifisme.
Kaum teroris-radikalis tidak bisa diajak berdiskusi secara terbuka oleh pihak lain mengenai doktrin-doktrin itu. Mereka sangat tertutup (eksklusif) tentang doktrin-doktrin itu dan hanya mau berdiskusi dengan kalangan mereka sendiri secara internal. Doktrin ini sangat mirip dengan “Taqiyyah” yang ada dalam ajaran Syi`ah. Dan doktrin ini menjadi penghambat bagi terwujudnya sebuah dialog untuk menanggulangi adanya kekerasan.
III. BEBERAPA KONSEP AHLISSUNNAH YANG KONTRA TERORIS-RADIKALIS .
A. Rahmatan Lil-Alamin.
Agama Islam ini menurut Ahlissunnah Wal Jamaah berlandaskan sifat rahmah atau kasih sayang bagi segenap penduduk bumi, yang berarti menuju terwujudnya dunia yang penuh dengan kedamaian dan harmonisasi kehidupan dan bebas dari ketakutan dan teror. Hal itu prnah diimplementasikan Wali Songo terutama Sunan Kalijogo dalam dakwah Islmiyah di bumi Indonesia, yang dengan santun dan bijak. Budaya Jawa yang berakar dari Hindu-Budha tidak diberangus secara frontal, tetapi dengan pelan-pelan dan terkadang dengan mengubah isinya dan membiarkan formatnya utuh seperti semula seperti adanya beduk-kentongan di masjid dan mushalla, pelaksanaan punggahan pada setiap bulan ruwah, tingkeban bagi kandungan yang berumur tujuh bulan, telonan bagi kandungan yang berumur tiga bulan dan sebagainya.
Di bawah ini beberapa dalil tentang konsep rahmah:
- قال الله تعالى : وما ارسلناك الا رحمة للعالمين
Artinya : “Dan Aku tidak mengutusmu (Wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam semesta”.
- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من لا يرحم الناس لا يرحمه الله
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang tidak memiliki rahmah terhadap manusia maka Allah tidak akan memberi rahmah kepadanya”.
- وقال ايضا: المسلم من سلم الناس من يده ولسانه
Artinya : “Rasulullah SAW juga bersabda: Seorang muslim ialah orang yang tangan dan lisannya mebuat damai bagi manusia banyak”.
Seorang shufi mengatakan: “Kelangsungan eksistansi manusia di bumi ini disebabkan adanya sifat rahmah antar sesama manusia, yang berasal dari limpahan Allah yang Maha Rahman-Rahim”. Dapat dibayangkan jika tidak ada rahmah antar sesama manusia maka sudah punahlah manusia sejak dulu. Terorisme-Radikalisme itu suatu faham yang bertentangan dengan konsep rahmah yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
B. Konsep Tawassuth atau Wasathiyah.
Tawassuth atau Wasathiyah adalah sikap tengah-tengah (Mediasi) yang tidak mengandung keberpihakan terhadap ekstrimisme kanan (liberalisme) atau ekstrimisme kiri (radikalisme). Allah, sebagaimana pada ayat di bawah ini, menjadikan umat Islam sebagai umat yang menjadi penengah (mediator) bagi segenap umat manusia.
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا (البقرة 143)
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang penengah, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
C. Konsep Tawazun.
Tawazun adalah keseimbangan dalam segala hal, keseimbangan dalam hal yang naqli dan aqli, keseimbangan antara yang tekstual dan yang kontekstual. Pemahaman jihad secara tektual atau harfiyah tanpa melihat konteks yang menyangkut dimensi waktu, tempat, kondisi dan budaya masyarakat muslim yang ada, dapat menimbulkan pemahaman yang bernuansa radikalis, atau menimbulkan pemahaman yang sepihak dan tidak komprehensif. Allah sebagaimana pada ayat di bawah ini, telah membekali para rasul-Nya dengan konsep Tawazun (keseimbangan)
لقد ارسلنا رسلنا بالبينات وانزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط (الحديد 25)
Artinya: “Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Al-Mizan (keseimbangan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”.
D. Konsep I`tidal.
I`tidal adalah keteguhan dalam memegang pendapat dan istiqamah dalam mengamalkannya, atau dalam istilah lain di disebut “Adaalah” atau keadilan. Allah sebagaimana pada ayat di bawah ini, telah memerintahkan kita agar memiliki I`tidal, dan agar kebencian atau perbedaan tidak boleh menimbulkan ketidakadilan dan kekerasan.
يا ايها الذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنآن قوم على ان لا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى واتقوا الله ان الله خبير بما تعملون (المائدة 8)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Konsep-konsep di atas hanya sebagian dari sekian banyak konsep yang dianut Kaum Ahlissunnah Wal Jamaah di lingkungan Nahdlatul Ulama, dan konsep-konsep tersebut dianggap dapat mewakili konsep-konsep yang lain
IV. ANALISIS TERHADAP DOKTRIN-DOKTRIN TERORIS-RADIKALIS.
Dengan konsep-konsep di atas, doktrin Takfir (pengkafiran) sangat bertentangan dengan nilai Islam yang sebenarnya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اذا قال المسلم لأخيه المسلم يا كافر فـقـد باء به أحدهما
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda: Apabila seorang muslim memanggil temannya yang muslim dengan perkataan ‘wahai kafir’, maka menjadilah kafir salah satu dari keduanya”.
Maksudnya, jika tuduhan kekafiran itu tidak benar, maka penuduhlah yang menjadi kafir. Imam Ghazali dalam kitabnya Faishal Al-Tafriqah menilai bahwa takfir itu termasuk doktrin yang amat berbahaya dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Demikian juga dengan jihad, harus diartikulasikan sesuai dengan konteks kebangsaan dan keantarbangsaan, sehingga akan memiliki nilai kesempurnaan dalam menegakkan agama Islam, dengan meningkatkan aspek pendidikan dan aspek sosial lain yang lebih penting dan mendesak, sedangkan pelaksanaan pendidikan hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila dalam keadaan damai bukan dalam keadaan perang.
Sebenarnya, konsep ‘Rahmatan Lil-Aalamin’ itu memilki maksud: keterbukaan dan kemajemukan atau pluralisme. Dengan demikian, jelaslah bahwa doktrin eksklusifisme (ketertutupan) itu bertentangan dengan konsep di atas. Karena Rasulullah SAW dulu sangat terbuka ketika bertemu dengan kaum non-muslim yang disebut dengan Kaum Dzimmy itu, dan melindungi mereka dari gangguan siapapun, meskipun dari orang muslim.
Bom bunuh diri dalam pandangan Ahlissunnah Wal Jamaah tidak bisa dikatagorikan ‘Mati Syahid’, justru termasuk penentangan terhadap otoritas Allah, karena urusan nyawa adalah otoritas Allah bukan kewenangan manusia, sedangkan penentangan terhadap otoritas Allah sama dengan kekafiran.
قال الله تعالى : ولا تلقوا بأيديكم الى التهلكة
Artinya: “Allah SWT berfirman: Jangan jatuhhkan dirimu dalam kehancuran”.
Oleh karena itu, jika bom bunuh diri dianggap Istisyhad atau mati syahid, maka hal itu termasuk ketersesatan dalam pemahaman agama.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من تردى من جبـل فقـتـل نفسه فهو في نار جهنم يتردى فيها خالدا مخلدا فيها
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa membunuh dirinya dengan menceburkan diri dari gunung, maka dia akan tercebur di dalam jahannam selama-lamanya”.
V. PENUTUP
Uraian ini, saya sampaikan dalam rangka memberi pemahaman yang benar tentang makna jihad dan hal lain yang terkait, agar Nahdliyyin atau warga NU tidak mudah terjebak dalam faham Radikalisme yang menjadi bibit bagi Terorisme, sementara kaum muda NU sudah banyak yang terjebak memilih partai politik yang berbasis radikalisme, atau terjebak dalam jam`iyyah “Islam Jenggot”.
Itu semua merupakan buah dari ketidaktahuan tentang apa itu Radikalisme dan Terorisme?. Sebaik-baik manusia adalah yang memiliki ‘tahu’. Sebaik-baik yang mengetahui adalah yang dapat menjauhi kesalahan dan ketersesatan. Semoga kita dapat menjadi pelopor penegakan sunnah Nabi dan ijma` para sahabat Nabi, Amiiin.
VI. REFERENSI
1. Al-Jihad Wat-Tajdid oleh Muhammad Hamid An-Nashir.
2. Al-Milal Wan-Nihal oleh Imam Abdul Karim As-Syahrastani.
3. Faidlul Qadir oleh Syekh Al-Manawi.
4. Faishalut-Tafriqah oleh Imam Al-Ghazali.
5. Al-Fatawa oleh Syekh Yusuf Al-Qardlawi.
6. Haqiqotu Ahlissunnah Wal Jamaah oleh Mohammad Danial Royyan.
7. Ensiklopedia oleh Prof Dr Abdul Mun`im
0 komentar:
Posting Komentar