PENDAHULUAN
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit dapat merambah ke ranah kehidupan apapun, termasuk dalam ranah pendidikan.
Makna Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan adalah suatu kontruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas ilmu pendidikan sebagaimana Islam memahaminya. Kontruksi pengetahuan itu dibangun oleh nilai-nilai Islam dengan tujuan agar kita memiliki hikmah (wisdom), yang atas dasar itu dibentuk praktik pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai normatif Islam. Pada taraf ini, paradigma Islam menuntut adanya desain besar tentang ontolog, epistemology dan eksiologi pendidikan.
Fungsi paradigma ini pada dasarnya untuk membangun perspektif Islam dalam rangka memahami realitas pendidikan.
Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan juga memiliki arti konstruksi system pendidikan yang didasarkan atas nilai-nilai universal Islam. Bangunan sistem ini tentunya berpijak pada prinsip-prinsip hakiki, yaitu prinsip al-tauhid, prinsip kesatuan makna kebenaran dan prinsip kesatuan sumber system. Dari prinsip-prinsip tersebut selanjutnya diturunkan elemen-elemen pendidikan sebagai world view Islam (pandangan dunia Islam) terhadap pendidikan.
PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian Etimologi Pendidikan Islam
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih popular dengan istilah tarbiyah, ta'lim, ta'dib, riyadhoh,irdyad dan tadris.[1]
Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan.Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satunya istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.
Pengertian Terminologi Pendidikan Islam
Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah: "Islamic education in true sense of the lern, is a system of education which enable a man to lead his life according to the Islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with temets of Islam."[2] (Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu system pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam)
Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 merumuskan pendidikan Islam dengan: 'Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islamdengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.[3] Upaya pendidikan dalam pengertian ini diarahkan pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui bimbingan, pengarahan, pengajaran, pelatihan, pengasuhan, dan pengawasan, yang kesemuanya dalam koridor ajaran Islam.
SUMBER DAN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Sumber Pendidikan Islam
Menurut Sa'id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung,[4] sumber pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur'an, As-Sunah, kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/social (mashalil al-mursalah), tradisi atau adapt kebiasaan masyarakat ('urf), dan hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad). Keenam sumber pendidikan Iislam tersebut didudukkan secara hierarkis. Artinya, rujukan pendidikan Islam diawali dari sumber pertama (Al-Qur'an), untuk kemudian dilanjutkan pada sumber-sumber berikutnya secara berurutan.
Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terhadap enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis dan filosofis.[5] Sedangkan di dalam Islam, dasar operasional segala sesuatu adalah agama, sebab agama menjadi frame bagi setiap aktivitas yang bernuansa keislaman, oleh karena itu perlu ditambahkan dasar operasional yang ketujuh, yaitu agama.
TUGAS DAN FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM
Tugas Pendidikan Islam
Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Majid 'Irsan al-Kaylani,[6] tugas pendidikan Islam pada hakikatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat peserta didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimah syahadat; pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid (rububiyah, ukuhiyah, dan sifat dan asma); ketundukan, kepatuhan, dan keikhlasan menjalankan Islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan. Sedang pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Alloh SWT. Dan menyediakan bekal unuk beribadah, seperti makan dan minum.
Pendidikan Sebagai Pengembangan Potensi
Dalam Islam, potensi laten yang dimiliki manusia banyak ragamnya. Abdul Mujib[7] menyebutkan tujuh macam potensi bawaan manusia, yaitu:
- Fitrah agama; Sejak lahir manusia mempunyai naluri atau insting beragama, insting yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Pencipta dan Mahamutlak, yaitu Alloh SWT.
- Fitrah intelek; Intelek adalah potensi bawaan yang mempunyai daya untuk memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
- Fitrah sosial; kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok yang di dalamnya terbentuk suatu ciri-ciri yang khas yang disebut dengan kebudayaan.
- Fitrah susila; Kemampuan manusia unuk mempertahankan diri dari ifat-sifat amoral, atau sifat-sifat yang menyalahi tujuan Alloh yang menciptakannya.
- Fitrah ekonomi (mempertahankan hidup); Daya manusia untuk mempertahankan hidupnya dengan upaya memberikan kebutuhan jasmaniah, demi kelangsungan hidupnya.
- Fitrah seni; Kemampuan manusia yang dapat menimbulkan daya estetika, yang mengacu pada sifat al-jamal Alloh SWT.
- Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan kesamaan, ingin dihargai, kawin, cinta tanah air dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya.
Pendidikan sebagai Pewarisan Budaya
Tugas pendidikan Islam adalah sebagai realisasi dai pengertian terbiyah al-tabligh (menyampaikan atau transformasi kebudayaan). Tugas pendidikan selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai budaya islami. Hal ini karena kebudayaan Islam akan mati bila nilai-nilai dan norma-normanya tidak berfungsi dan belum sempat diwariskan pada generasi berikutnya.
Interaksi antara Pengembangan Potensi dan Pewarisan Budaya
Manusia secara potensial mempunyai potensi dasar yang harus diaktualkan dan dilengkapi dengan peradaban dan kebudayaan Islam. Demikian juga aplikasi peradaban dan kebudayaan harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan potensi dasar manusia. Tanpa memerhatikan kebutuhan dan perkembangan itu, peradaban dan kebudayaan hanya akan menambah beban hidup yang mengakibatkan kehidupan yang anormal (inkhiraf) yangmenyalahi 'desain' awal Alloh SWT. ciptakan. Interaksi antara potensi dan budaya itu harus mendapatkan tempat dalam proses pendidikan, dan jangan sampai ada salah satunya yang diabaikan. Tanpa interaksi itu, harmonisasi kehidupan akan terhambat.
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu (QS. ali Imron: 191). Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Alloh SWT. Indikasi tugasnya berupa ibadah (sebagai 'abd Allah) dan tugas sebagai wakilnya di muka bumi (khalifah Allah). Firman Allah SWT:
قل انّ صلاتى ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين.
"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam." (QS. al-An'am: 162)
Prinsip-prinsip dalam Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam mempunyai beberapa prinsip tertentu guna menghantar tercapainya tujuan pendidikan. Prinsip itu adalah:
- Prinsip universal (syumuliyah).
- Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun wa iqtishadiyah).
- Prinsip kejelasan (tabayun)
- Prinsip tak bertentangan.
- Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan.
- Prinsip perubahan yang diingini.
- Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu.
- Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan serta lingkungan di mana pendidikan itu dilaksanakan.
Komponen-komponen Tujuan Pendidikan
Dalam proses pendidikan, tujuan akhir merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ingin diwujudkan dalam pribadi peserta didik. Tujuan akhir harus lengkap (comprehensive) mencakup semua aspek, serta terintegrasi dalam pola kepribadian ideal yang bulat dan utuh. Tujuan akhir mengandung nilai-nilai islami dalam segala aspeknya, yaitu aspek normative, aspek fungsional, dan aspek operasional. Hal tersebut menyebabkan pencapaian tujuan pendidikan tidak mudah, bahkan sangat kompleks dan mengandung resiko mental-spiritual, lebih-lebih lagi menyangkut internalisasi nilai-nilai islami, yang di dalamnya terdapat iman, Islam, dan ihsan, serta ilmu pengetahuan menjadi pilar-pilar utamanya.
Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Upaya dalam pencapaian tujuan pendidikan harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, walaupun pada kenyataanya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaan dalam berbagai hal. Athiyah al-Abarasyi menyairkan satu syair: " setiap sesuatu mempunyi tujuan yang diusahakan untuk dicapai, seseorang bebas menjadikan pencapaian tujuan pada taraf yang paling tinggi.
Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Educational Theory, a Qur'anic Outlook, menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat dimensi, yaitu:
- Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf aljismiyah)
- Tujuan pendidikan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyah)
- Tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah)
- Tujuan pendidikan social (al-ahdaf al-ijtma'iyah)
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi, tujuan pendidikan islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhamad SAW. Sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis. Tujuan tersebut berpijak pada Sabda Nabi SAW.
بعثت لأتمم مكارم الاخلاق
"Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik." (HR. Malik bin Anas dari Ans bin Malik)
Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dihasilkan dari seminar pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad adalah: "Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan pancaindera. Tujuan utama pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah AWT. Baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas.
PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dalam konteks pendidikan Islam "pendidik" sering disebut dengan murabbi, mu'allim, mu'addib, mudarris, dan mursyid. Kelima istilah tersebut mempunyai tempat tersendiri menurut peristilahanyang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam.
Definisi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Sebagaiman teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif (rasa), kognitif(cipta), maupun psikomotorik (karsa).[8]
Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam beberapa Hadits disebutkan: "Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar,atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak.' Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syauki[9] bersyair:
قم للمعلم وفه التبجيل كاد المعلم ان يكون رسولا
"Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hamper saja merupakan seorang rasul."
Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghozali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.
Dalam perkembangan berikutnya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar.
Kompetensi-kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius, social-religius, dan professional-religius'.
Kompetensi Personal-Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam.
Kompetensi Profesional-Religius
Kemampuan dasar yang menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perpektif Islam.
Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam
Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, serta dengan atasannya.Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsic memounyai kesamaan konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik.
Menurut Ibnu Jama'ah, yang dikutip oleh Abd al-Amir Syams al-Din, etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu:
- Etika yang terkait dengan dirinya sendiri
- Etika terhadap peserta didiknya.
- Etika dalam proses belajar mengajar.
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, social, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.[10]
Paradigma Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai subyek dan obyek pendidikan. Kesalahan dalam memahami hakkikat paserta didik menjadikan kegagalan dalam proses pendidikan.
Pada dasarnya kadar kemampuan peserta didik sangat ditentukan oleh usia atau periode perkembangannya, karena usia itu bisa menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat dan minat peserta didik, baik dilihat dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis. Namun demikian, seorang anak yang terlatih melakukan aktivitas positif nantinya akan erbentuk pola atau kepribadian yang positif bagi dirinya, pepetah arab menerangkan:
من شب على شيئ شاب عليه
"Barangsiapa yang membiasakan sesuatu (di hari mudanya), maka ia akan terbiasa olehnya (di hari tuanya)".
Sifat-sifat dan Kode Etik Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Sifat-sifat dank ode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Al-Ghozali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,[11] merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:
- Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
- Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi (QS. adh-Dhuha:4)
- Bersikap tawadlu' (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
- Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam mengajar.
- Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah)
- Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar atau (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (QS. al-Insyiqaq: 19)
- Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
- Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan obyektifitas dalam memandang suatu masalah.
- Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan.
- Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya.
Dalam banyak hal, interaksi pendidikan tidak dapat digantikan dengan membaca, melihat dan mendengar jaraj jauh, tetapi dibutuhkan face to face antara kedua belah pihak yang didasarkan atas suasana psikologis penuh empati, simpai, atensi, kehangatan, dan kewibawaan.
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dalam pendidikan, diprlukan adanya program yang terencana dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses, pelaksanaan, sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah "kurikulum pendidikan".
Hakikat Kurikulum Pendidikan
Hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran, strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Dasar, Prinsip, dan Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).
Herman H. Horne memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam, yaitu:
Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs of children).
Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat (the legimate demands of society).
Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of uniferse in which we live).
Dalam perspektif Islam, pendapat di atas dianggap belum memenuhi standar kurikulum dalam pendidikan Islam karena belum memasukkan dasar religius yang wajib diresapi oleh peserta didik sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.
Nabi SAW. Bersabda:
انى قد تركت فيكم ما ان اعتصعتم به فلن تضلوا ابدا كتاب الله وسنة نبيه.
"Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu, yang jika kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya" (HR. Hakim)
Karena itu, al-Syaibani[12] menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam, yaitu dasar religi, dasar falsafah, dasar psikologis, dasar sosiologis dan dapat pula ditambah dasar organisatoris.
Adapun prinsip- prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
- Prinsip yang berorientasi pada tujuan.
- Prinsip relevansi.
- Prinsip efesiensi dan efektifitas.
- Prinsip flesibilitas program.
- Prinsip integritas.
- Prinsip Kontuinitas (istiqomah).
- Prinsip sinkronisme.
- Prinsip obyektifitas.
- Prinsip Demokratis.
- Prinsip analisis kegiatan.
- Prinsip individualisme.
- Prinsip pendidikan seumur hidup.
Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi pada kebutuhan social (social demand), orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[13]
Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Finc dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum pendidikan, yaitu (1) waktu dan biaya yang tersedia; (2) tekanan internal dan eksternal; (3) persyaratan tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah; (4) tingkat dari isi kurikulum yang akan disajikan. Di samping itu, isi kiurikulum harus memenuhi criteria-kriteria pencapaiannya, misalnya adanya signifikasi, berhubyungan dengan kebutuhan social, melihat aspek pragmatisnya, disesuaikan dengan minat dan mengikuti perkembangan manusia, serta melihat struktur disiplin ilmu yang disepakati.
METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Hakikat Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai
suprasistem.
Tujuan, Tugas, dan Fungsi Metode Pendidikan Islam
Pendidik dalam proses pendidikan Islam tidak hanya dtuntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada peserta didiknya, tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi mata pelajaran. Hal ini karena metode dan teknik pendidikan Islam tidak sama dengan metode dan teknik pendidikan yang lain.
Tujiuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melaui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap.
Asas-asas Pelaksanaan Metode Pendidikan Islam
Asas-asas pelaksanaan metode pendidikan Islam itu adalah:[14] asas motivasi, asas aktivitas, asas apersepsi, asas peragaan, asas ulangan, asas korelasi, asas konsentrasi, asas individualisasi, asas sosialisasi, asas evaluasi, asas kebebasan,asas lingkungan, asas globalisasi, asas pusat-pusat minat, asas keteladanan dan asas pembiasaan.
Pendekatan Metode Pendidikan Islam
Perwujudan strategi pendidikan Islam dapat dikonfigurasikan dalam bentuk metode pendidikan yang lebih luasnya mencakup pendekatan (approach)-nya.
Jalaluddin Rahmat merumuskan pendekatan pendidikan Islam dalam bentuk enam kategori, yaitu:
- Pendekatan tilawah (pengajaran).
- Pendekatan tazkiyah (penyucian).
- Pendekatan ta'lim al-kitab.
- pendekatan ta'lim al-hikmah.
- Yu'allimukum ma lam takunu ta'lamun.
- Pendekatan ishlah (perbaikan).
Bentuk Metode dan Teknik Pendidikan Islam
Bentuk-bentuk metode pendidikan Islam yang relevan dan evektif dalam pengajaran ajaran Islam adalah:
a. Metode diakronis
Suatu metode mengajar ajaran Islam yang menonjolkan aspek sejarah.
b. Metode sinkronis-analisis
Suatu metode pendidikan Islam yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelek.
c. Metode problem solving (hill al-musykilat)
Metode ini merupakan pelatihan peserta didik yang dihadapkan pada berbagai masalah suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya.
d. Metode empiris (tajribiyah)
Suatu metode mengajar yang memungkinkan peserta didik mempelajatri ajaran Islam melalui proses realisasi, aktualisasi, serta internalisasi norma-norma dan kaidah Islam melalui proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial.
e. Metode induktif (al-istiqraiyah)
Metode yang dilakukan oleh pendidik dengan cara mengajarkan materi yang khusus (juz'iyah) menuju pada kesimpulan yang umum.
f. Metode deduktif
Metode yang dilakukan oleh pendidik dalam pengajaran ajaran Islam melalui cara menampilkan kaidah yang umum kemudian menjabarkannya dengan berbagai contoh masalah sehingga menjadi terurai.
Model-model Teknik dan Bentuk-bentuk Perealisaiannya
1. Teknik periklanan (al-ikhbariyah) dan teknik pertemuan (al-muhadharah)
- Teknik ceramah (lecturing/al-mauidzoh).
- Teknik tulisan (al-kitabah)
- Teknik dialog (hiwar)
- Teknik Tanya jawab (al-as'ilah wa ajwibah).
- Teknik diskusi (an-niqasy)
- Teknik bantah-bantahan (al-mujadalah)
- Teknik bercerita (al-qishash)
- Teknik metafora (al-amtsal)
- Simbolisme verbal.
- Teknik karyawisata (ar-rihlah al-ilmiyah).
- Teknik imitasi (al-qudwah)
- Teknik uswatun hasanah.
- Teknik demonstrasi dan dramatisasi (al-tathbiq).
- Teknik permainan dan simulasi (game and simulation).
- Teknik dalil (al-mumarosah al-amal)
- Teknik inquiry (kerja kelompok).
- Teknik discovery (penemuan).
- Teknik micro teaching.
- Teknik modul belajar.
- Teknik belajar mandiri (independent study).
- Teknik pengambil pelajaran dari suatu peristiwa (ibrah)
- Eksperiman.
- Teknik penyajian kerja lapangan.
- Teknik penyajian secara luas.
- Teknik penyajian non directive.
- Teknik pemberian janji dan ancaman (targhib wa tarhib)
- Teknik pemberian bimbingan dan ampunan.
- Pemberian motivasi dan peringatan (at-tasywiq dan at-tadzkir).
- Teknik anugerah dan hukuman (tsawab dan iqab).
- Teknik koreksi dan kritik (al-tanqibiyah)
- Teknik perlombaan (al-musabaqah)
- Teknik muthala'an atau qira'ah (membaca).
- Teknik insya' tahriry (mengarang).
- Teknik muhadtsah (dialog).
- Teknik makhfudzat (hafalan).
- Teknik Qawa'id (pengajaran berdasarkan kaidah)
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian Evaluasi Pendidikan
Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap suatu kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan..[15]Evaluasi pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktifitas di dalam pendidikan Islam.[16]
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahuoi tingkat perubahan prilakunya.
Fungsi evaluasi adalah membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Di samping itu, fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya. [17]
Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam pelaksanaan evaluasi harus diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Prinsip kesinambungan (kontiunitas).
Evaluasi tak hanya dilakukan setahun sekali, atau per semester, tetapi dilakukan secara terus menerus, mulai dari proses belajar mengajar sanbil memerhatikan keadan peserta didiknya, hingga peserta didik tersebut tamat dari lembaga sekolah.
- Prinsip menyeluruh (komprehensif).
Prinsip yang melihat semua aspek; meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya.
- Prinsip objektifitas.
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional danirasional.
Cara Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu evaluasi terhadap diri sendiri (self-evaluation) dan terhadap kegiatan orang lain (peserta didik).
- Evaluasi terhadap diri sendiri
Seorang muslim termasuk peserta didik, yang sadar dan baik ialah mereka yang sering melakukan evaluasi diri dengan cara muhasabah dengan menghitung baik buruknya, menulis autobiografi an inventarisasi diri (self-infentory), baik mengenai kelebihan yang harus dipertahankan maupun kekurangan dan kelemahan yang perlu dibenahi.
- Evaluasi kegiatan orang lain
Evaluasi terhadap prilaku orang lain harus disertai dengan amar ma'ruf dan nahi mungkar (mengajar yang baik dan mencegah yang mungkar).
KELEMBAGAAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian dan Bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan Islam termasuk masalah social, sehingga dalam kelembagannya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga intitusi atau pranata. Maksud lembaga social adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relative tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikuti individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebubtuhan-kebutuhan sosial dasar.[18]
Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
Bentuk lembaga pendidikan Islam apapun dalam dalam Islam harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga satu dengan lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tindih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga pendidikan Islam itu adalah:
- Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia dari api neraka. (QS. At-Tahrim:6)
- Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allohyang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do'a sehari-harinya (QS. Al-Baqarah: 201: al-Qashash:77).
- Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada Khaliqnya. (QS, al-Mujadilah:11)
- Prinsip amar ma'ruf dan nahi mungkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan (QS. Ali Imran:104,110).
- Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, dan daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipata, rasa dan karsanya.
Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Islam
Seorang ahli filsafat, antropologi, dan fenomenologi bernama langeveld menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah: (1) lembaga keluarga yang mempunyai wewenang bersifat qodrati; (2) lembaga Negara yang mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang; dan (3) lembaga gereja yang mempunyai wewenang berasal dari amanat Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali press, 2006.
Arifin HM, Kapita selekta Pendidikan Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta : Bumi Aksara, 1991.
Arifin HM, Filsafat pendidikan Islam, .Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma'arif, 1980.
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: al-Husna, 1988.
Majid "Irsan al-Kaylani, al-Fikr al-Tarbawi 'inda Ibni Taymiyah, al-Madinah al-Munawaroh: Maktabah Dar al-Tarats, 1986.
Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2006.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani, Jakarta: Bulan Bintang,1987.
Fathiyah Hasan Sulaiman, al-Madzhab al-Tarbawi 'inda al-Ghozali, Cairo: Maktabah Misriyah, 1964.
Umar Muhammad al-Thaumi al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Tim Depag RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: DPPTAI, 1981.
Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982.
Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
Dan lain-lain.
[1] Sekalipun kata irsyad (bimbingan) dan tadris (belajar) dapat digunakan sebagai peristilahan dalam pendidikan Islam, tetapi dalam khazanah literature pendidikan Islam tidak ditemukan penggunaan kedua istilah itu, sehingga dalam ringkasan buku ini keduanya tidak diuraikan/secara khusus.
[2] Arifin HM, Kapita selekta Pendidikan Pendidikan Islam dan Umum, (Jkarta : Bumi Aksara, 1991), h. 3-4.
[3] Arifin HM, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.13-14.
[4] . Hasan Langgulung, Beerapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma'arif, 1980), h.35.
[5] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: al-Husna, 1988, h. 6-7, 12.
[6] Majid "Irsan al-Kaylani, al-Fikr al-Tarbawi 'inda Ibni Taymiyah. (al-Madinah al-Munawaroh: Maktabah Dar al-Tarats, 1986), h. 91-103
[7] Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h.43-48.
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75.
[9] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang,1987), h. 135-136.
[10] Bandingkan dengan Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta Masagung, 1985), h.128
[11] Fathiyah Hasan Sulaiman, al-Madzhab al-Tarbawi 'inda al-Ghozali, (Cairo: Maktabah Misriyah, 1964,) h. 52-58
[12] Umar Muhammad al-Thaumi al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 523-532.
[13]Muhaimin, op.cit.,h.57
[14] Tim Depag RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: DPPTAI, 1981), h. 97-105.
[15] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, (Bandung: Alumni, 1982), h. 106.
[16] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 139.
[17] Oemar Hamalik, op.cit., h. 106-107.
0 komentar:
Posting Komentar