OLEH : M. DUHRI
EMOSIONAL
REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah
yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah
ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah
dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang
disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri
informasi berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep
pengetahuan melalui media massa (televise, video, radio, dan film) yang
semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para remaja sekarang.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan semakin modern
mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek kognitif
(kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan, ketakwaan,
mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana ditegaskan dalam Tujuan Pendidikan
Nasional yaitu : untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berakhlak mulia,
kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan persekolahan.
Hal
ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan pendidikan lebih
mengutamakan mengejar ilmu pengetahuan dari pada mendidik dan membina
kepribadian dan akhlak mulia anak didik. Dunia pendidikan tidak mengembangkan
nilai-nilai afektif sebagai dasar pmbinaan kepribadian anak yang menjadi tolok
ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di Negara kita, menjadi
parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh Pendidikan Umum bahwa
pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat
nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan kognitif dan afektif, anak didik
disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan skill cakap dan terampil, di sisi
lain potensi afeksi emosional tidak terbina terutama di kalangan remaja
sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural dan menjadi penyebab
dehumanisasi dan demoralisasi.
Gejala- gejala emosional
para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta
dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan
baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain
merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta
didik berjalan dengan normal dan mulus tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Emosi
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai
atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114).
Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah
“An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner
adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and
that shows it self in his overt behavior.”
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut
James & Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah
atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena
gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang
terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu
mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan
sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka
hal itu menimbulkan emosi.
2.
Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku
dan Perubahan Fisik
Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi
terhadap perilaku individu di antaranya sebagai berikut:
a.
Memperkuat semangat, apabila orang merasa
senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
b.
Melemahkan semangat, apabila timbul rasa
kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya
rasa putus asa (frustasi)
c.
Menghambat atau mengganggu konsentrasi
belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan
sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d.
Terganggu penyesuaian social, apabila
terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e.
Suasana emosional yang diterima dan
dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui sikapnya dikemudian hari,
baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. (Yusuf, 2004 : 115)
Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik
(jasmani) antara lain a : (1) reaksi elektris pada kulit: meningkat bila
terpesona, (2) peredaran darah: bertambah cepat bila marah, (3) denyut jantung:
bertambah cepat bila terkejut, (4) pernapasan: bernapas panjang kalau kecewa,
(5) pupil mata: membesar mata bila marah, (6) liur: mengering kalau takut atau
tegang, (7) bulu roma: berdiri kalau takut, (8) pencernaan: mencret-mencret
kalau tegang, (9) otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau
bergetar (tremor), (10) komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah
karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif. (Sunarto,
2002:150)
3.
Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode
“badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak
laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi
baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk
menghadapi keadaan-keadaan itu.
Tidak
semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian
besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi
dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang
baru. (Hurlock, 2002 :213).
Pola
emosi remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara
normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas,
cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan
derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian
yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.
a.
Cinta/kasih sayang
Faktor
penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain
dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk
menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun
remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih
terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang
sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena
alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung,
mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya
perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Tidak
ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari
orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting,
walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para
remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap
permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai
yang tidak disadari. (Sunarto, 2002:152)
Kebutuhan
akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan
kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya.
Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi.
Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan
yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan
diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih
sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)
b.
Gembira dan bahagia
Perasaan
gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat
perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah
problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila
segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan
jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya
itu mandapat sambutan oleh yang dicintai.
Perasaan
bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul
karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses
dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari
terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
c.
Kemarahan dan Permusuhan
Sejak
masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai
dan memiliki kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah
merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang
menonjolkan dalam perkembangan kepribadian.
Dalam upaya
memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa
marah.
1.
Adanya kenyataan bahwa perasaan marah
berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya
sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya
untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain
yang berkuasa.
2.
Pertimbangan penting lainnya ialah ketika
individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang
berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di
mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan masa
lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau
kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tanpak dalam cara-cara
yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi
remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3.
Perasaan marah sengaja disembunyikan dan
seringkali tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin
dipakai sebagai alat kemarahan.
4.
Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya
sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan yang sangat penting dan juga
paling sulit dipahami. (Sunarto, 2002:154)
d.
Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang
anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang
mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa
takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang
bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja
seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi
ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang
menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa
takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani
mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
Rasa
takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang
daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup.
Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan
mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggunp bergaul
dengan orang lain (Willis, 2005:57)
e.
Frustasi dan Dukacita
Frustasi
merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan
kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri.
Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
Dukacita
merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi
mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang
yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan
berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga
depresi.(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)
Biehler
(1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua
rentang usia, yaitu usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun
Ciri-ciri
emosional remaja usia 12-15 tahun :
a)
Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung
banyak murung dan tidak dapat diterka.
b)
Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk
menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
c)
Ledakan-ledakan kemarahan mungkin saja
terjadi.
d)
Seorang remaja cenderung tidak toleran
terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan
kurangnya rasa percaya diri.
e)
Remaja terutama siswa-siswa SMP mulai
mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih obyektif.
Ciri-ciri
emosional remaja usia 15–18 tahun
a)
‘Pemberontakan’ remaja merupakan
pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak ke dewasa.
b)
Karena bertambahnya kebebasan mereka,
banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka.
c)
Siswa pada usia ini seringkali melamun,
memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi
menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki
pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor
belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal
kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian
hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat
satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk
mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang
situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan
membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan,
perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan
sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran” (Hurlock,
2002:213).
Metode
belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain :
a)
Belajar dengan coba-coba
b)
Belajar dengan cara meniru
c)
Belajar dengan cara mempersamakan diri
(learning by identification)
d)
Belajar melalui pengkondisian
e)
Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan,
terbatas pada aspek reaksi (Sunarto, 2002:158)
5.
Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah
Laku Serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut dan marah dapat menyebabkan seorang gemetar.
Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya
aliran darah, sistem pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi.
Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu
untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan.
Gangguan emosi dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara.
Hambatan-hambatan dalam berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak
disebabkan oleh kelainan dalam organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup
lama mungkin menyebabkan seseorang menjadi gagap.
Sikap takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan
emosi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu. Karena reaksi kita
yang berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita
merespon dengan cara yang sangat khusus terhadap hadirnya individu tertentu
akan merangsang timbulnya emosi tertentu.
Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga
berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih
sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia
yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang
tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan
mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya.
Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah
diajak untuk bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan
dan karir (Willis,2005:22)
6.
Perbedaan Individual Dalam
Perkembangan Emosi
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan
secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap
luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi
yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian
ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada
jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi
emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Perbedaan
itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang
sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang
pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkn
dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung
lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok
keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang
sesuai dengan jenis kelamin mereka. Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan
dengan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi
perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga
besar, sedangkan rasa iri lebih umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil.
Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak
pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
7.
Upaya Pengembangan dan Pengelolaan
Emosi serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Rasa
marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering
dialami remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga
aturannya. Supaya bisa mengekspresikan emosi secara tepat, remaja perlu
pengendalian emosi. Akan tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya
untuk menekan atau menghilangkan emosi melainkan:
a.
Belajar menghadapi situasi dengan sikap
rasional
b.
Belajar mengenali emosi dan menghindari
dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon
emosional. Untuk dapat menanfsirkan yang obyektif, coba tanya pendapat beberapa
orang tentang situasi tersebut.
c.
Bagaimana memberikan respon terhadap
situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebihan atau
proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima
oleh lingkungan social.
d.
Belajar mengenal, menerima, dan
mngekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau bahagia dan negative
(khawatir, sedih, atau marah)
Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena
remaja kurang mau bersusah payah menilai sesuatu dengan kepala dingin.
Bawaannya main perasaan. Kegagalan mengekspresikan emosi juga karena kurang
mengenal perasaan dan emosi sendiri sehingga jadi “salah kaprah” dalam
mengekspresikannya.
Karena
itu, keterampilan mengelola emosi sangatlah perlu agar dalam proses kehidupan
remaja bisa lebih sehat secara emosional. Keterampilan mengelola emosi misalnya
sebagai berikut:
a.
Mampu mengenali perasaan yang muncul
b.
Mampu mengemukakan perasaan dan dapat
menilai kadar perasaan
c.
Mampu mengelola perasaan
d.
Mampu mengendalikan diri sendiri
e.
Mampu mengurangi stress.
Dalam keseharian remaja juga harus berlatih untuk
melakukan dialog dengan diri sendiri dalam menghadapi setiap masalah, bersikap
positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis.
Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat social. Artinya, mengenali
pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja,
baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga
harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian
masalah yang remaja hadapi dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi. Meskipun
demikian, pendekatan dan pemecahan dari pendidikan merupakan salah satu jalan
yang paling strategis, karena bagi sebagaian besar remaja bersekolah dengan
para pendidikan, khususnya gurulah yang paling banyak mempunyai kesempatan
berkomunikasi dan bergaul.
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung
banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan
oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa
seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka
yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan
sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah
ditangani. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk
bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil
ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah
lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan
siswa tidak juga reda, guru dapat meminta bantuan kepada petugas bimbingan
penyuluhan. Dalam diskusi
kelas, tekankan pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam
meningkatkan pandangan sendiri. Kita hendaknya waspada terhadap siswa yang
sangat ambisisus, berpendirian keras, dan kaku yang suka mengintimidasi
kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak sependapat dengannya.
Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung
jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan
sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling strategis
untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat
menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai
pribadi idola para remaja.
BAB III
KESIMPULAN
- Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
- Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih dan sebagainya.
- Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar.
- Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. .
- Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya.
- Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan, guru dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan emosi remaja misalnya: konsisten dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing dengan diri sendiri, pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami remaja, dan membantu siswa untuk berprestasi.
- Pemberian tugas - tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.
DAFTAR
PUSTAKA
ü
Anda Juanda (2006), Pengembangan
Nilai-Nilai Afektif pada Remaja melalui Pendidikan Keluarga.
http://www.pages-yourfavorite.com/ppsupi/ abstrakpu2004.html
ü
Chatarina Wahyurini & Yahya
Ma’shum (2006), Iiih … Emosi Banget Deh. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/26/muda/933870.htm)
ü
Hurlock, E. (2002). Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Erlangga
ü
Sunarto & Agung, Hartono.
(2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
ü
Syamsudin, Abin M. (2005).
Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
ü
Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan
Masalahnya. Bandung : Alfabeta
ü
Yusuf, Syamsu & Nurihsan,
Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya
ü
Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi
Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.
0 komentar:
Posting Komentar